HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto menyampaikan, bahwa upaya penggunaan pidana bersyarat adalah bagian dati alternatif pemidanaan yang memiliki potensi untuk menjadi solusi dari pemecahan masalah daya tampung lapas di Indonesia.

Karena pada pokoknya, tantangan terbesar di Indonesia adalah, jumlah narapidana yang tengah menjalani masa tahanan ternyata jumlahnya terlalu banyak, sehingga lapas-lapas tersebut mengalami over capacity.

“Saya melihat ini adalah suatu hal yang positif. Untungnya adalah nanti di setiap lembaga pemasyarakatan tidak terlalu penuh, apalagi yang sekarang sudah over kapasitas, dan sifat hukumannya kan pengawasan dan kerja sosial,” kata Menko Hadi kepada saat membuka Peluncuran Pelaksanaan Piloting Penerapan Pidana Bersyarat Pasal 14A-F KUHP di Jakarta, Rabu (5/6) seperti dikutip Holopis.com.

Kemudian, Hadi pun menyampaikan, bahwa pemerintah berkomitmen dan berupaya penuh membangun suatu konsep pemidanaan yang bersifat korektif dan rehabilitatif sesuai dengan nilai keadilan restoratif. Menurutnya, selama ini para pelaku tindak pidana yang tidak dihukum penjara masih dianggap kurang menerima hukuman.

“Itu sebabnya hari ini kita melakukan suatu kegiatan, akan ada peluncuran modul-modul yang akan digunakan sebagai dasar nanti pelaksanaan (pidana bersyarat) di lapangan,” kata Hadi.

Untuk mengukur indikator keberhasilan, Hadi mengatakan, akan terus dilakukan kajian-kajian bersama dengan masyarakat sipil serta kerja sama luar negeri, sehingga penerapannya nanti sudah tidak ada permasalahan.

“Saya kira ini baik sekali ya karena banyak negara-negara di luar itu sudah melaksanakan hal yang kita bicarakan, yaitu pidana bersyarat,” ungkap Hadi.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM, Sugeng Poernomo, menyampaikan acara Peluncuran Pelaksanaan Piloting Penggunaan Pidana Bersyarat Pasal 14A-F KUHP terselenggara atas kerjasama Kemenko Polhukam dengan Bappenas dan beberapa lembaga mitra pembangunan meliputi AIPJ2, TAF, UNODC, ICJR, serta didukung oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT).

Sugeng menyampaikan, nilai keadilan restoratif dalam KUHP (existing) diterapkan melalui pidana percobaan dan pidana bersyarat pada Pasal 14a-f KUHP sebagai suatu pendekatan dalam penanganan perkara yang mengupayakan pemulihan korban, sedangkan dalam KUHP 2023 ketentuan berprinsip keadilan restoratif terdapat pada pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.

“Karakteristik pengaturan pidana pengawasan dan kerja sosial similar dengan pidana percobaan dan pidana bersyarat dalam Pasal 14a-f KUHP (existing). Namun, dalam praktik penerapan pasal 14a-f KUHP (existing) masih sangat minim penggunaannya sehingga hal tersebut akan menimbulkan hambatan terhadap penerapan pidana pengawasan dan kerja sosial dalam KUHP 2023,” kata Sugeng.

Baca selengkapnya di halaman kedua.