HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kurban merupakan salah satu ibadah yang sangat penting bagi umat Muslim dalam merayakan Hari Raya Iduladha. Dalam pelaksanaannya, pemilihan hewan kurban harus memperhatikan beberapa aspek penting, termasuk jenis hewan dan ciri-ciri yang sesuai dengan syariat Islam.
Namun, tidak jarang terjadi kesalahan dalam pemilihan hewan kurban yang dapat membuat ibadah tersebut menjadi tidak sah.
Hewan kurban yang sesuai dengan syariat Islam antara lain adalah Unta, Kerbau, Sapi, Kambing, dan Domba. Sehingga penting untuk diperhatikan bahwa selain ketentuan jenis hewan, terdapat juga ciri-ciri khusus yang harus dipenuhi agar ibadah kurban menjadi sah.
Apakah Hewan Kurban Harus Jantan?
Disebutkan bahwa tidak ada satu lafaz pun dalam Al-Qur’an dan hadis yang menyatakan bahwa hewan yang disembelih untuk berkurban harus dari jenis kelamin tertentu. Namun demikian, para ulama menyatakan bahwa hewan kurban dapat berupa jantan maupun betina, sebagaimana dijelaskan dalam hadis tentang jenis kelamin hewan akikah.
Menurut An-Nawawi, apabila jenis kelamin dalam perkara akikah saja tidak dipermasalahkan, maka hal ini juga dapat diterapkan dalam ibadah kurban. Tidak ada keharusan perihal jenis kelamin hewan kurban jantan atau betina.
“Jika dalam hal akikah saja diperbolehkan dengan landasan hadis tersebut, maka hal ini menunjukkan kebolehan untuk menggunakan hewan berjenis kelamin jantan maupun betina dalam kurban. Karena daging jantan lebih enak dari daging betina, dan daging betina lebih lembab.” (Pendapat An-Nawawi dalam al-Majmū’ Syarḥ Muhazzab, Beirut, Dār al-Fikr)
Menyikapi pandangan itu, Ketua Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa (THK) 1445 H / 2024, Bobby Manulang mengungkapkan bahwa hewan kurban yang dikelola oleh Dompet Dhuafa adalah yang berjenis kelamin jantan saja. Hal ini lantaran ada alasan yang kuat mengapa pihaknya memilih kambing, domba atau sapi jantan untuk dijadikan kurban.
“Berkurban dengan Dompet Dhuafa kami pastikan yang diproses untuk hewan kurban adalah berkelamin jantan. Kenapa harus Jantan?, Kami menilai lebih ke arah mempertahankan kelangsungan populasi domba/kambing. karena menyembelih betina bisa mengancam kelangsungan reproduksi ternak,” kata Bobby dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Minggu (2/6).
Yang tak kalah penting menurut Bobby, bahwa hewan kurban yang diikutsertakan dalam program Tebar Hewan Kurban ini dipastikan sudah melewati kontrol yang ketat. Baik dari aspek kesehatan, kegemukan atau berat badan dan sebagainya.
“Kami siapkan hewan-hewan kurban dipastikan sudah lolos dengan quality control, mulai dari cek kesehatan berkolaboraksi bersama dinas peternakan setempat, kualitas pangan ternak yang terjaga, kualitas kandang terjaga kebersihannya,” ujarnya.
Di sisi lain, hewan kurban yang menjadi program Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa 2024 dipastikan adalah yang memenuhi syarat sah. Baik umur, termasuk hewan yang tidak cacat.
“Tidak hanya itu kami juga seleksi setiap hewan kurban mulai dari kuku, mata, gigi, kaki hingga bobot hewan tersebut agar mencapai berat optimal saat dikurban nanti,” lanjut Bobby.
Hal ini karena terdapat beberapa ciri hewan yang tidak diperbolehkan untuk kurban menurut hadis Rasulullah SAW. Ciri-ciri tersebut antara lain ; adalah hewan yang buta sebelah, sakit parah, pincang, sangat kurus atau lemah, serta cacat lainnya yang dapat dilihat secara jelas.
Ciri Hewan yang Dilarang Untuk Kurban
Pada sebuah hadis, Rasulullah Saw menyebut bahwa ada sejumlah ciri hewan yang dilarang untuk kurban, ciri-ciri tersebut harus dihindari.
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami, tanganku (dalam riwayat lain: jariku) lebih pendek dari tangannya (tampak ketika Rasulullah memberikan isyarat angka empat dengan jarinya), dan beliau berkata, ‘Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat lemah atau kurus (seperti tidak memiliki sumsum tulang)’.” (Riwayat lima Imam (empat penulis kitab sunah ditambah dengan Imam Ahmad), disahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Baca selengkapnya di halaman kedua.