HOLOPIS.COM, JAKARTA – Konsulat Jenderal Republik Indonesia atau Konjen RI di Jeddah, Yusron Bahauddin Ambary membenarkan bahwa ada 22 orang Warga Negara Indonesia (WNI) ditangakap oleh Kepolisian Arab Saudi. Mereka ditangkap ketika mengambil miqat di wilayah Bir Air, Madinah, untuk masuk ke Makkah.
Usai penangkapan itu, Yusron mengatakan bahwa pihaknya sempat mendatangi kantor Kepolisian di Madinah untuk bisa membantu pembebasan ke-22 orang asal Banten tersebut. Sempat pula bahwa pihak otoritas keamanan Arab Saudi menolak permintaan Konjen Jedaah.
“Kami sudah mendatangi kantor aparat keamanan Arab Saudi di Madinah. Dan mereka tidak bisa melepas (22) jemaah ini dengan alasan khusus dari mereka,” kata di Jeddah, Jumat (31/5) seperti dikutip Holopis.com.
Namun perkembangan terbaru, mereka semua bisa dipulangkan karena dianggap menjadi korban praktik pelanggaran keimigrasian, sebab seluruh jemaah haji wajib memiliki visa haji.
Yusron menyampaikan bahwa mereka dikenakan sanksi deportasi dan dilarang masuk ke Arab Saudi selama 10 tahun tanpa adanya denda uang yang sebenarnya sudah ditetapkan sebelumnya.
Sanksi ini diberikan oleh aparat keamanan (Public Security) Arab Saudi. Sebelumnya oleh Kejaksaan Saudi mereka dibebaskan karena dianggap sebagai korban.
“Semalam putusannya mereka akhirnya dipindah ke imigrasi, dan pagi ini tim KJRI tengah mendampingi mereka untuk proses exit,” ujarnya.
Yusron juga mengatakan bahwa pihak KJRI sudah dua kali menemui pihak aparat keamanan Saudi agar mereka dibebaskan. Kemudian, 22 orang WNI tersebut kabarnya akan diterbangkan ke Indonesia hari ini.
“Dan insya Allah 22 jamaah itu akan kembali ke Indonesia dengan penerbangan Garuda malam pukul 23.00 dari Madinah ke Jakarta,” ucapnya.
Respons Kemenag RI
Di sisi lain, Tim Media Center Haji Kementerian Agama Widi Dwinanda mengingatkan kembali kepada para jemaah untuk memastikan berangkat melaksanakan ibadah haji menggunakan visa haji. Sebab, ada tiga landasan ketentuan yang menegaskan bahwa berhaji harus menggunakan visa haji bukan visa ziarah.
“Pertama, di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji Mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi),” ujar Widi dalam keterangan resmi Kemenag di Jakarta Timur.
“Haji dengan visa Mujamalah ini populer dengan sebutan haji Furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK),” sambungnya.
“Kedua, fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji,” lanjut Widi .
Menurutnya, ada empat alasan yang disampaikan dalam fatwa tersebut. Pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada apa yang diatur dalam syariat Islam. Kedua, kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai kepentingan yang disyaratkan syariat. Hal ini akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji.
“Ketiga, kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah,” ucapnya.
Baca selengkapnya di halaman kedua.