HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menyusul adanya pengamanan 24 warga negara Indonesia oleh aparat keamanan Arab Saudi di Miqat Masjid Bir Ali Madinah, pada Selasa, 28 Mei 2024 dan melarang jemaah tersebut masuk Makkah karena menggunakan visa ziarah untuk berhaji, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) kembali mengingatkan masyarakat bagi yang akan berhaji untuk memastikan visa yang dimiliki adalah visa haji.

Dikatakan anggota Media Center Haji Kementerian Agama Widi Dwinanda, setidaknya ada tiga landasan ketentuan yang menegaskan bahwa berhaji harus menggunakan visa haji bukan visa ziarah.

“Pertama, di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal, yaitu visa haji kuota Indonesia (kuota haji reguler dan haji khusus) dan visa haji Mujamalah (undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi),” ujar Widi dalam keterangan resmi Kemenag di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (31/5) seperti dikutip Holopis.com.

“Haji dengan visa Mujamalah ini populer dengan sebutan haji Furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK),” sambungnya.

Kebijakan penggunaan visa haji ini juga ditetapkan oleh petinggi haji di Kerajaan Arab Saudi. Dan hal ini juga sudah menjadi kesepakatan antara Kementerian Agama Republik Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi dalam program pelaksanaan haji 2024.

“Kedua, fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji,” lanjut Widi .

Menurutnya, ada empat alasan yang disampaikan dalam fatwa tersebut. Pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada apa yang diatur dalam syariat Islam. Kedua, kewajiban untuk mendapatkan izin haji sesuai kepentingan yang disyaratkan syariat. Hal ini akan menjamin kualitas pelayanan yang diberikan kepada jamaah haji.

“Ketiga, kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah,” ucapnya.

Kempat, ia melanjutkan, haji tanpa izin tidak diperbolehkan. Sebab, kerugian yang diakibatkannya tidak terbatas pada jemaah, tetapi meluas pada jemaah lain. Menurut fatwa tersebut, kata dia, tidak boleh berangkat haji tanpa mendapat izin, dan berdosa bagi yang melakukannya karena melanggar perintah pemerintah.

“Bahkan, Pemerinah Saudi telah menetapkan sanksi berhaji tanpa visa dan tasreh resmi,” tandasnya

“Terakhir, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa haji dengan visa non haji atau tidak prosedural itu sah, tetapi cacat dan pelakunya berdosa. Keputusan ini menjadi salah satu hasil musyawarah pengurus Syuriyah Nahdlatul Ulama yang digelar pada 28 Mei 2024 lalu,” pungkasnya.