HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berharap agar kelak tidak ada lagi narapidana teroris yang mengisi penjara-penjara di Indonesia.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Anak Binaan Ditjen PAS Erwedi Supriyatno bahkan bermimpi tidak akan ada lagi para narapidana teroris yang harus mereka tangani.
“Kami berkomitmen supaya ini suatu saat lapas ini kosong. Kami menginginkan lapas super maksimum itu kosong, supaya berarti tidak ada lagi napi yang masih radikal karena tidak mau NKRI,” kata Erwedi dalam pernyataannya pada Selasa (28/5) yang dikutip Holopis.com.
Kondisi ini sendiri menurut Erwedi, sebenarnya bisa sangat didukung dengan adanya program revitalisasi pemasyarakatan melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2018 tentang Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan.
Pasalnya, dengan adanya aturan tersebut membuat Ditjen PAS bisa menangani narapidana terorisme karena adanya pembedaan penempatan narapidana terorisme sesuai tingkat keterpaparan mereka terhadap paham radikal.
“Sejak revitalisasi pemasyarakatan, kita mulai ada sedikit kemajuan menangani terkait pembinaan napiter. Apalagi kita ada namanya revitalisasi pemasyarakatan terkait penempatan-penempatan. Ada lapas super maksimum atau high risk, khusus bagi narapidana yang masih mempunyai risiko yg sangat tinggi. Kemudian ada lapas maksimum, medium, dan minimum,” jelasnya.
Meski begitu, ada sejumlah kendala yang masih harus mereka hadapi untuk meraih mimpi tidak ada lagi narapidana teroris yang sampai harus mengisi penjara di Indonesia kembali.
Kendala itu ketika narapidana terorisme masih merasa nyaman dengan kondisi sebelumnya. Hal ini kerap terjadi pada narapidana dengan masa tahanan cenderung singkat. Selain itu, para narapidana itu masih memiliki kekhawatiran terhadap gangguan yang akan diberikan jaringannya usai dirinya bebas nanti.
“Dia kan takut, kalau dia NKRI, tentu akan mungkin diancam oleh jaringannya, mungkin diganggu oleh jaringannya, ancaman terhadap dia maupun terhadap keluarganya, sehingga dia merasa takut untuk (ikrar) NKRI,” ungkapnya.
Ketiga, mereka khawatir tidak bisa tercukupi secara finansial ketika bebas. Menurut Erwedi, narapidana terorisme terjamin secara ekonomi karena kelompok ataupun jaringan teroris menghidupi dia dan keluarga.
Terkait kendala ketiga itu, Erwedi menjelaskan bahwa pemerintah, melalui BNPT, memiliki program pendampingan dalam meningkatkan kemandirian dan keterampilan narapidana terorisme. “Sehingga mereka bisa mandiri dan bahkan diberikan modal usaha,” imbuhnya.
Keempat, kendala juga datang dari lingkungan masyarakat yang masih ragu untuk menerima mantan narapidana terorisme.