Dalam paparannya pula, Prof Henry juga menyampaikan bahwa Starlink bukan hanya sekadar perusahaan perangkat dan layanan satelit semata, akan tetapi produk divisi dari SpaceX tersebut juga berfungsi sebagai perusahaan internet service provider, bahkan bisa berfungsi sebagai platform digital. Hal ini karena sang CEO yakni Elon Musk juga memiliki perusahaan X (dulu Twitter) yang sekatang tidak sekedar medsos, kan tetapi juga mengarah jadi platform media komunikasi.
Oleh sebab itu, Prof Henry memberikan senyalemen bahwa keberadaan Starlink bisa menjadi awal dari bencana digitalisasi dan keamanan siber bagi kedaulatan NKRI. Sebab operasional dan transaksi datanya tidak diakomodir oleh payung hukum yang jelas di Indonesia.
“Ini bahayanya. Perusahaan Starlink trafik dan kontennya di luar jangkauan yuridiksi, kedaulatan digital dan kewenangan hukum nasional, selain bisa dimanfaatkan untuk melawan kedaulatan negara dan mengancam keamanan nasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, mantan Staf Khusus bida Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tersebut menjelaskan pula bahwa Starlink sebagai perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat telah dilindungi oleh US Cloud Act 2018. Data yang mereka kumpulkan atau berada di perusahaan itu tidak boleh diakses negara lain, termasuk Indonesia. Akan tetapi justru harus terbuka kepada Pemerintah dan penegak hukum AS.
“Persoalannya Starlink apa mau nurut hukum di Indonesia atau hukum AS?,” sambungnya.
Kalau pun mereka melayani Papua atau daerah konflik lain, datanya bisa diakses intelijen dan pemerintah AS untuk kepentingan politiknya. Sebaliknya data2 itu tidak bisa diakses pemerintah Indonesia. Di situlah kenapa Starlink berbahaya bagi NKRI, saat melayani wilayah gunung-gunung dan pedalaman Papua.
Tak selesai di situ saja, Prof Henry juga menyampaikan bahwa ada ancaman tersendiri bagi Indonesia dengan keberadaan Starlink. Salah satunya adalah peluang adanya akses komunikasi non kontrol yang sangat leluasa bisa dilakukan oleh OPM atau KKB Papua.
“Seperti yang terjadi di Ukraina, Starlink dipakai tentara Ukraina melawan Rusia. Rusia kewalahan karena pergerakan pasukannya bisa terpantau tentara Ukraina. Lalu apa jadinya kalau OPM/KKB juga pakai fasilitas Starlink?. Terlebih kalau gerakan itu didukung asing, siapa yang tanggung jawab jika menjadi makin besar, canggih dan mampu melawan TNI/Polri atau kekuatan negara,” tutur Henry.
Memang diakuinya, keberadaan layanan Starlink sangat bisa membantu untuk mengakomodir kebutuhan layanan internet di pelosok Indonesia. Akan tetapi yang menjadi pertanyaannya, apakah pemerintah Indonesia sudah mengukur dengan matang risiko yang bisa saja muncul seperti yang ia paparkan itu.
“Bagi rakyat kecil tahunya internet murah dan sampai pelosok-pelosok pasti didukung. Tapi bagaimana konsekuensinya, itu yang harus dipikirkan,” ucapnya.
Baca selengkapnya di halaman ketiga.
Arsenal harus rela kehilangan Bukayo Saka dan Raheem Sterling karena sama-sama mengalami cedera dalam waktu…
Jadwal Boxing Day Liga Inggris atau pertandingan spesial Natal 2024 tersedia di artikel ini. Simak…
JAKARTA - Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menegaskan bahwa Hasto Kristiyanto telah dicekal bepergian…
PAPUA - Satgas Yonif 6 Marinir, bagian dari Komando Operasi HABEMA di Papua, secara aktif…
Gereja Katedral Jakarta kembali mempercantik tampilan gereja Paroki Santa Maria Diangkat Ke Surga tersebut dengan…
JAKARTA - Ketua KPK Setyo Budiyanto menyampaikan bahwa pihaknya telah menetapkan Hasto Krisitiyanto sebagai tersangka…