Adapun kisaran iuran tunggal KRIS bagi peserta mandiri direncanakan bakal berkisar antara iuran kelas 3 dan klas 2 saat ini. Kemungkjnan kisaran 70 ribu. Tapi nanti akan dihitung secara aktuaria.
Bagi kelas 1 dan 2 akan membayar lebih rendah sehingga menurunkan potensi penerimaan iuran JKN. Sementara kelas 3 yang naik akan berpotensi meningkatkan peserta yang menunggak.
Menurutnya, hal tersebut akan membuat semakin banyak peserta yang tidak dapat dilayani JKN. Pada akhirnya, hal itu akan mengikis semangat gotong royong yang selama ini melekat pada BPJS sebagai lembaga penyelenggara jaminan sosial.
“Penghapusan iuran kelas 1, 2 dan 3 akan mengikis semangat gotong royong,” ujar Timboel.
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam Perpres 59/2024 disebutkan, bahwa kelas 1 dan 2 akan mendapat ruang perawatan dengan kuota dua atau tiga tempat tidur.
“Akan terjadi ketidakpuasan bagi peserta Penerima Upah swasta dan Pemerintah yang selama ini kelas 1 dan 2, yang ruang perawatannya dua atau tiga tempat tidur,” tuturnya.
Tak hanya berdampak pada peserta JKN, Timboel memandang pelaksanaan KRIS ini nantinya juga akan memberikan dampak bagi pihak Rumah Sakit, khususnya Swasta karena adanya ketentuan baru ihwal standar ruang perawatan.
Hal itu, kata dia, berpotensi menimbulkan beban tambahan karena pihak rumah sakit swasta, yang tentu membutuhkan modal untuk merenovasi ruangan sesuai dengan ketentuan KRIS tersebut.
“Kalau Rumah Sakit pemerintah tinggal nunggu alokasi APBN atau APBD. Seharusnya Pemerintah memberikan pinjaman tanpa bunga bagi Rumah Sakit swasta untuk merenovasi ruang perawatannya,” Sentil Timboel.
Sebelum lahirnya Perpres 59/2024, Timboel mengaku telah menyampaikan permintaan kepada Pemerintah untuk melibatkan masyarakat peserta JKN dalam pembuatan regulasi terkait KRIS.