HOLOPIS.COM, JAKARTA – Masyarakat Palestina saat ini tengah memperingati 76 tahun Al Nakba, pada tanggal 15 Mei 2024. Peristiwa tragis ini berlangsung pada 1947-1948, sebuah tragedi besar yang mengakibatkan pengusiran dan pembersihan etnis massal terhadap penduduk Palestina dari tanah air mereka.
Dalam memperingati momen bersejarah dan kelam bagi masyarakat Palestina, Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia mengadakan acara do’a bersama dengan komunitas Palestina di Indonesia, termasuk para mahasiswa Palestina penerima beasiswa di Universitas Pertahanan (Unhan).
Di kesempatan itu, Dubes Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun mengatakan bahwa masyarakatnya harus menderita selama 76 tahun akibat peristiwa Al-Nakba.
“Selama 76 tahun masyarakat Palesitna terus menderita hingga sekarang,” kata Zuhair Al-Shun, dikutip Holopis.com di Kedutaan Besar Palestina, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/5).
Ia pun menceritakan sejarah kelam Al-Nakba di tahun 1947-1948, hari tersebut adalah hari tersedih masyarakat Palestina.
“Al-Nakba, ini adalah hari tersedih 1947-1948 yang dibuat oleh Inggris dan deklarasinya didukung oleh Amerika Serikat,” kata Zuhair.
Zuhair juga menceritakan sebuah detail, di mana Palestina menjadi wilayah yang dipilih oleh negara-negara yang berkuasa, untuk menjadi tempat masyarakat Yahudi atau Israel dikirimkan.
“Mereka harus memindahkan orang-orang Israel atau Yahudi dari negara-negara mereka, agar tinggal di tempat lain, dan mereka memilih Palestina,” katanya.
Ternyata, sebelumnya ada beberapa negara yang sempat menjadi pilihan untuk ‘mengantarkan’ masyarakat Israel, seperti Uganda, hingga Rusia.
“Harusnya (dipindahkan) ke bagian dunia lainnya, seperti Uganda, sebagian daerah di Eropa, Latin Amerika, Federasi Rusia. Tapi pada akhirnya, para pemimpin zionis memilih Palestina, dengan didukung oleh Inggris,” lanjutnya.
Zuhair pun mengatakan bahwa masyarakat Palestina menderita karena keputusan tersebut. Tetapi hal tersebut tidak akan membuat masyarakat Palestina menyerah dan terus berjuang agar bisa bebas.
Sejak tragedi Al-Nakba, Zionis Israel pun bertanggung jawab atas kematian lebih dari 100.000 warga.
Palestina dan penahanan sewenang-wenang terhadap lebih dari satu juta orang, termasuk penghancuran ratusan desa dan lebih dari 170.000 rumah.
Blokade Israel terhadap Gaza, salah satu area dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia, merupakan contoh dari penindasan yang tidak berkeprimanusiaan yang dihadapi oleh rakyat Palestina.
Jumlah korban tewas akibat konflik di Jalur Gaza meningkat menjadi sebanyak 33.899 warga sipil, dengan kerusakan berat pada infrastruktur termasuk 563 sekolah, lebih dari 263.400 unit perumahan, 195 situs warisan dan arkeologi, 208 masjid, dan 3 gereja.
Sementara itu, saat ini agresi Israel yang telah berlangsung sejak Oktober 2023 telah membunuh lebih dari 35.000. Di mana sebagian besar masyarakat yang meninggal dunia merupakan wanita dan anak-anak.