HOLPIS.COM, JAKARTA – BPJS Kesehatan membantah adanya kabar perihal penghapusan rawat inap kelas 1, 2, dan 3 dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), seperti yang santer diberitakan saat ini.
“Pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) tidak menghapus kelas rawat inap bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (14/5).
Adapun kabar penghapusan klasifikasi kelas dalam program JKN BPJS Kesehatan itu muncul setelah terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan.
Menurut Rizzky, Perpres tersebut secara eksplisit tidak memuat kalimat apapun yang berkaitan dengan penghapusan klasifikasi kelas rawat inap.
“Menurut Perpres tersebut, mekanisme pelaksanaan KRIS akan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri (Permenkes),” kata Rizzky.
Dia menambahkan, sampai dengan saat ini belum ada regulasi turunan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tersebut. Pasalnya, kebijakan KRIS tersebut nantinya akan dilakukan evaluasi oleh pihak-pihak terkait.
“Kebijakan KRIS ini masih akan dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak terkait lainnya,” kata dia.
Dia melanjutkan, sampai dengan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 diundangkan, nominal iuran yang berlaku bagi peserta JKN masih mengacu pada Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
“Nominal iuran JKN sekarang masih sama. Tidak berubah” ujarnya.
Adapun diketahui, iuran bagi peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas I yakni sebesar Rp150 ribu dan kelas II sebesar Rp100 ribu per orang per bulan.
Sedangkan untuk kelas III sebesar Rp42 ribu per orang per bulan, dengan subsidi sebesar Rp7.000 per orang per bulan dari pemerintah. Sehingga yang dibayarkan peserta kelas III hanya Rp35 ribu.
“Adapun ke depan, hasil evaluasi pelayanan rawat inap rumah sakit yang menerapkan KRIS ini akan menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN kedepannya,” ujar Rizzky.
Dia pun menegaskan, adanya penerapan KRIS adalah upaya untuk meningkatkan standar kualitas pelayanan pada fasilitas kesehatan di seluruh wilayah di Indonesia.
Artinya, jangan sampai kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di daerah perkotaan berbeda dengan pelayanan di daerah pedesaan atau daerah yang jauh dari pusat Ibu Kota.
“Kami juga memastikan rumah sakit menerapkan janji layanan JKN dalam melayani peserta JKN sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.
Dia memastikan, pelayanan bagi pasien JKN masih tetap berjalan seperti biasanya sampai dengan Perpres tersebut diundangkan.