HOLOPIS.COM, JAKARTA – Polemik tentang hukum halal-haram musik dan lagu masih belum juga mereda. Hal yang disoroti netizen adalah sebab yang menjadi pemicu kembalinya kontroversi masalah tersebut, yaitu pernyataan Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam sebuah kajian yang mengartikan surat Asy Syuara sebagai surat penyair sama dengan pemusik.

Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam Ustadz Jeje Zaenudin memberikan tanggapan menjawab pertanyaan awak media terkait kasus tersebut. Ia mengaku sepakat dengan apa yang menjadi polemik tersebut bahwa kurang tepat menyebut istilah “Penyair” sama dengan “Pemusik” seperti disampaikan oleh Ustadz Adi Hidayat tersebut.

“Saya berpendapat, mengartikan penyair secara langsung disamakan dengan pemusik itu memang tidak tepat. Tetapi untuk menilai benar salahnya statemen itu perlu penelaahan bahkan kajian yang lebih cermat dan lebih mendalam,” kata Ustadz Jeje ketika diminta penilaian atas pengartian seperti itu, Senin (13/5) seperti dikutip Holopis.com.

“Kenapa demikian? Sebab memang secara kajian semantik, terminologis, historis, dan praktik dari syair itu sangat erat hubungannya dengan musik,” imbuhnya.

Bahkan, lanjut Ustadz Jeje, beberapa literatur umum dan karya klasik di bidang seni seperti kitab Al Musiqy Al Kabir, karangan Al Farabi yang wafat tahun 339 Hijriyah, dalam pengantar pentahqiqnya menyatakan bahwa syair dan musik merujuk kepada satu jenis seni yang sama. Tetapi tetap ada perbedaan.

“Karena syair itu fokusnya kepada seni keindahan dan keseimbangan susunan kata dan kalimat mengikuti kaidah gramatika. Sedang musik berfokus kepada seni keindahan bunyi atau suara, irama, dan melodinya,” ujarnya.

“Karena itu para ahli musik menyatakan ada musik pakai alat atau musik instrumental, dan ada musik yang mengandalkan kekuatan suara orang atau musik vokal,” sambungnya.

Ketika seorang penyair menyusun syair, puisi, atau sajak, lalu gubahan syairnya itu dibacakan dengan pakai irama, atau dijadikan lirik yang dilagukan sehingga menjadi nyanyian. Nyanyian itu memunculkan seni musik, baik dilengkapi alat-alat maupun tidak pakai alat.

“Itulah relasi syair dengan musik,” jelasnya.

Atas dasar itu, papar Ustadz Jeje, mengartikan penyair otomatis sebagai penyanyi memang tidak tepat, meskipun bisa dipahami keterkaitan dan korelasinya. Sehingga bisa saja demi menyingkat penjelasan atau karena tergesa-gesa dalam penyampaian, seorang ustadz mengalami kesilafan lisan dalam ucapan.

“Dan suatu yang wajar juga jika kemudian menimbulkan pihak yang tidak setuju atau keberatan dengan pernyataan itu. Tetapi menjadi tidak wajar ketika direspons secara berlebihan sehingga jadi menyerang pribadi, menuduh ajaran sesat, apalagi sampai memvonis fasik hingga kufur, itu sangat keterlaluan,” ujarnya.

Ditanya tentang bagaimana sebaiknya untuk mengakhiri polemik di atas, Ustadz Jeje mengatakan, apa yang disampaikan Ustadz Adi Hidayat bisa dipahami dan bisa diterima bahwa yang dimaksud bukan mengganti nama surat penyair jadi pemusik, tetapi dalam konteks hubungan yang erat antara syair dan musik. Sehingga bisa memahami hubungan dengan hukum halal-haramnya musik dan lagu.

“Tetapi jika ada pihak yang merasa belum puas dan belum bisa terima, maka sangat baik jika ditambah klarifikasi yang lebih jelas, tegas, dan spesifik fokus kepada maksud penerjemahan surat Asy Syuara sebagai para pemusik,” pungkas Ustadz Jeje.