HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap memberikan informasi tentang peluang adanya praktik koruptif yang biasa dilakukan oleh oknum auditor keuangan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Hal ini sebagai respons atas temuan bahwa Kementerian Pertanian di bawah kepemimpinan kader NasDem, Syahrul Yasin Limpo menjabat sebagai menteri, namun tetap mendapatkan labelisasi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK RI.
Celah yang paling umum adalah, ketika auditor keuangan BPK melakukan pemeriksaan di dalam sebuah lembaga negara atau kementerian. Saat mereka menemukan adanya indikasi praktik tindak pidana korupsi, maka oknum tersebut akan melakukan kalkulasi sehingga mereka akan melakukan pengajuan tak resmi berupa uang suap agar label WTP diloloskan.
“Hal ini terjadi karena adanya temuan. Tentu jumlah Rp12 Miliar ini merupakan jumlah yang besar, namun ya tentu sudah berdasarkan perhitungan,” kata Yudi dalam sebuah video vlog yang dikutip Holopis.com, Senin (13/5).
Artinya, uang korupsi oknum auditor BPK sebesar Rp12 miliar yang ditemukan dalam fakta persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi Syahrul Yasin Limpo tidak asal sebut. Ia yakin mereka sudah melakukan analisis sehingga angka tersebut adalah persentasi dari total kerugian negara yang terjadi dalam dugaan praktik koruptif di Kementan itu.
“Dari pertama, jumlah temuannya berapa, mungkin sudah dipersentase 10% atau 20%. Kemudian yang kedua tentu ada laporan keuangan yang tidak benar tidak sesuai dengan prosedur,” ujarnya.
Dan kemungkinan celah yang ketiga adalah BPK sudah tahu bahwa Kementan sedang dilanda tindakan pidana mega korupsi yang tentu jumlahnya bisa sangat besar, sehingga uang Rp12 Miliar yang diminta sebagai bentuk suap untuk meloloskan labelisasi WTP patut diminta.
Apalagi uang sebesar itu bisa saja dinilai oknum auditor BPK karena sudah melihat bahwa justru pucuk pimpinan di Kementan menjadi orang yang bakal menjadi pesakitan jika kasus ini terbongkar.
Oleh sebab itu, Yudi pun mewant-wanti kepada para pejabat BPK khususnya auditor untuk menjaga integritasnya dalam menjalankan tugas sebagai pemeriksa keuangan negara, agar jangan sampai kasus ini terus terulang dan bisa merugikan instansi dan negara.
“Penting bagi anggota BPK untuk berintegritas. Karena sekali lagi opini wajar tanpa pengecualian WTP sangat dibutuhkan oleh kementerian, kemudian oleh lembaga negara, baik itu pemerintah di pusat maupun pemerintah di daerah,” tuturnya.
Terlebih kata Yudi, uang suap untuk para oknum auditor atau pejabat BPK dalam konteks ini sebenarnya tidak bisa dikembalikan sekalipun jelas ini sangat bisa merugikan keuangan negara.
“Kalau misalnya temuan tiba-tiba di-drop, yang terjadi adalah tentu temuan itu tidak ada pengembalian kerugian keuangan negara,” tandasnya.
Namun demikian, pesan penting Yudi sampaikan kepada pihak pangkal masalah, yakni pejabat lembaga dan kementerian agar jangan sekali-kali korupsi agar hal-hal turunan dari praktik koruptif ini tidak terjadi lagi di kemudian hari.
“Terhadap kementerian dan juga pemerintah pusat maupun daerah dan lembaga negara, jangan korupsi,” pungkas Yudi.
Jika tak ada korupsi, maladministrasi &kesalahan prosedural pekerjaan tentu oknum Auditor BPK tak akan minta uang 12 milyar di Kementan sebab tidak akan ada temuan & klir dapat opini WTP, tapi nyatanya beda jadi ada kesempatan korup disitu untuk drop temuan & negara rugi 2 kali pic.twitter.com/Wp2K2Xjc7L
— Yudi Purnomo Harahap (@yudiharahap46) May 10, 2024