HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta), Adi Prayitno memberikan sentilan terhadap Bahlil Lahadalia yang mewacanakan ormas baik kemasyarakatan maupun ormas agama bisa memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
Menurutnya, wacana tersebut justru adalah sesuatu yang sangat absurd yang dilontarkan oleh Menteri Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut.
“Semua setuju ormas harus diberdayakan. Tapi tak harus dikasih konsesi tambang juga,” kata Adi dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Minggu (12/5).
Ia yakin bahwa ormas tidak didesain untuk menjadi bos tambang. Sehingga ketika konsesi pertambangan itu diberikan ke ormas, tentu akan menjadi persoalan tersendiri nantinya.
“Kemampuan tehnis dan lain-lain, ormas tentu minim,” ujarnya.
Salah satu efek samping jika ormas diberikan IUP oleh pemerintah adalah, terjadi malpraktik dan kekacauan iklim bisnis di dalam negeri. Atau ormas hanya menjadi obyek untuk diperalat oleh orang atau kelompok tertentu dalam rangka memperkaya pribadi dan lingkaran mereka saja.
“Khawatir merusak ekosistem bisnis dan ada pihak ketiga yang bermain,” ujarnya.
Efek samping lainnya adalah, ormas akan menjadi alat yang ditugaskan untuk memuluskan langkah politik pihak tertentu, khususnya oleh para penguasa, sebab utang budi atau balas jasa atas proyek-proyek pertambangan sebelumnya.
“Khawatir ormas hanya jadi alat bargain jabatan politik di 2024,” pungkasnya.
Sebelumnya diketahui Sobat Holopis, bahwa pemerintah pusat berencana untuk membagikan izin usaha pertambangan (IUP) ke organisasi kemasyarakatan (ormas) melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menganggap bahwa ormas bisa memiliki IUP untuk mengelola sektor pertambangan. Nantinya, pemerintah akan membantu mencarikan proyek-proyek yang bisa dikelola oleh ormas yang dimaksud.
“Dikelola secara profesional, dicarikan partner yang baik,” kata Bahlil di kantornya, Jakarta, Senin (29/4).
Ia pun menegaskan bahwa semua perusahaan yang memiliki IUP pun tak semuanya bekerja sendiri. Akan tetapi ada juga peran-peran pihak tertentu untuk membantu menghubungkannya dengan para kontraktor.
Dan hal ini yang hendak direalisasikan Bahlil dalam konteks perubahan atas regulasi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut.
“Kalau ada yang mengatakan bahwa organisasi keagamaan itu enggak punya spesialisasi untuk mengelola itu, memang perusahaan-perusahaan yang punya IUP itu mengelola sendiri?,” ujarnya.
Dia juga beralasan, bahwa para ormas keagamaan memiliki jasa dalam memerdekakan bangsa Indonesia sehingga sudah selayaknya mereka diberikan IUP untuk mengelola usaha pertambangan.
“Di saat Indonesia belum merdeka, memang siapa yang merdekakan bangsa ini? Di saat agresi militer tahun 48 yang membuat fatwa jihad memang siapa? Konglomerat? Perusahaan?,” ucapnya.
“Kita kok malah enggak senang ya kalau negara hadir untuk membantu mereka? Tapi kok ada yang senang kalau investor yang kita kasih terus,” imbuh Bahlil.