HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai bahwa upaya untuk mengajak partai rival dalam pemilu bergabung dalam satu struktur pemerintahan bukan hal baru.
Hal ini disampaikan Karyono untuk merespons wacana bergabungnya NasDem, PKS dan PKB dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran, pasca Pilpres 2024.
“Wacana bergabungnya Nasdem, PKB dan partai lainnya yang kalah dalam pilpres bukan hal baru. Kabinet pemerintahan sebelumnya juga dibentuk dengan merangkul partai-partai di luar koalisi yang menjadi lawan politik dalam kompetisi pilpres,” kata Karyono dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Sabtu (27/4).
Hal ini karena budaya demokrasi di Indonesia adalah persatuan dalam rangka menjaga stabilitas politik. Dan itu menurut Karyono sah-sah saja dilakukan.
“Di Indonesia, terutama pasca reformasi, format koalisi partai dalam penyusunan kabinet lebih menggunakan pendekatan ‘merangkul’ lawan politik yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas pemerintahan,” ujarnya.
Apalagi menurutnya, upaya merangkul lawan politik ini bertujuan untuk mengatasi problematika presidensialisme di tengah sistem multi partai.
Problematika sistem Presidensial pada umumnya terjadi ketika dikombinasikan dengan sistem multipartai, apalagi tidak ada single majority party yang memperoleh suara lebih dari 50 persen plus 1.
Kemudian, persoalan acap kali muncul ketika terjadi fragmentasi dan polarisasi yang tinggi sehingga berdampak pada sikap politik di parlemen yang dapat mengganggu relasi lembaga eksekutif dengan legislatif.
“Atas dasar itulah siapa pun pemenang pilpres cenderung mengambil langkah politik kompromis dengan merangkul lawan politik untuk menghindari deadlock,” terangnya.
Pun demikian, upaya kompromisme politik semacam itu memiliki sisi negatif dalam sistem demokrasi. Di mana check and balances tidak akan berjalan dengan baik, sehingga berpotensi terjadinya yes man dan ABS (asal bapak senang).
“Sistem ini di satu sisi menciptakan stabilitas pemerintahan, tetapi di sisi lain kabinet pemerintahan yang dibentuk dari hasil kompromi ini menyebabkan prinsip check and balance tidak berjalan maksimal,” tutur Karyono.