HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat Intelijen, Pertahanan, dan Keamanan, Ngasiman Djoyonegoro memberikan respons atas terjadinya aksi pembunuhan terhadap aparat TNI yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Apalagi dalam kasus ini, korbannya adalah Komandan Koramil (Danramil) yang ditembak dan dibacok secara keji oleh OPM pada hari Kamis, 11 April 2024. Dalam peristiwa tersebut, Danramil Aridade Papua Oktavianus ditemukan tewas dengan luka-luka berat dan ditemukan sudah bersimbah darah.
Bagi pria yang karib disapa Simon tersebut, bahwa situasi kasus pembunuhan terhadap Danramil tersebut harus disikapi sangat serius oleh aparat keamanan di Indonesia, baik dari unsur TNI maupun Polri.
“Sebagai aktor non state, mereka menggunakan senjata perang taktik, strategi, intelijen bahkan infrastruktur perang. Bagaimana seorang Danramil bisa diketahui identitasnya? Bagaimana prosedur perjalanannya? Itu semua menjadi pertanyaan-pertanyaan kunci untuk dapat melihat peristiwa ini secara lebih utuh,” kata Simon kepada Holopis.com, Sabtu (13/4).
Artinya, sebagai sebuah operasi OPM telah menyusun strategi yang menyerang langsung, tertarget dan spesifik, yaitu institusi pertahanan negara. Bahkan mereka memetakan secara detail pergerakan sehingga eksekusi pembunuhan dapat dilakukan.
Simon berpendapat bahwa kelompok separatisme ini sudah ditunggangi dengan agenda asing. Sebab, tidak mungkin operasi organisasi militer non state tersebut bisa berjalan dengan lancar dan rapih tanpa sokongan dari pihak eksternal.
“Siapa ‘asing’ itu? Mereka yang meneriakkan situasi di Papua sebagai situasi pelanggaran HAM. Padahal jelas, mereka bersenjata, bertaktik, berstrategi, agenda dan tujuan jelas, dan sasaran kelompok tertentu yang merepresentasikan institusi pertahanan dan keamanan negara,” ujarnya.
Menurut Simon, pemerintah Indonesia, TNI, POLRI, Intelijen, termasuk pemerintah daerah seharusnya bisa lebih responsif menghadapi situasi ini. Apalagi menurutnya, OPM jelas menantang Indonesia untuk bertempur secara terbuka dengan kasus pembantaian terhadap prajurit TNI tersebut.
“Sinergisitas TNI-POLRI sudah bersifat tuntutan wajib dilembagakan di Papua. Karena OPM menyatakan perang terbuka,” tandasnya.
Lebih lanjut, Simon juga menjelaskan bahwa salah satu respons penting yang harus segera dilakukan antara lain dengan cara menetapkan prosedur operasi sebagaimana dalam situasi perang.
“Kalau tidak, NKRI akan terus dirugikan dan dirongrong kedaulatannya,” tegas Simon.
Respons lain adalah melembagakan sinergisitas TNI-Polri, yaitu dengan cara menetapkan peran-peran yang beririsan antara kedua institusi. Sementara di sisi yang lain, memperkuat dan mempersiapkan tupoksi masing-masing lembaga.