HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pimpinan Jamaah Aolia Gunungkidul Yogyakarta yakni KH Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranolo alias Mbah Benu ngaku sudah menghubungi Allah SWT secara langsung untuk mempertanyakan kapan hari raya idulfitri 1445 H.
Ini yang menjadi alasan mengapa jamaah Aolia di Dusun Panggang III, Giriaharjo, Kabupaten Gunungkidul menggelar salat Idul Fitri (Ied) lebih awal dari yang lainnya, yakni pada hari Jumat, 5 April 2024 kemarin.
Setidaknya ada 190 jamaah Aolia sudah berbuka, menyantap berbagai jenis hidangan khas Lebaran. Perayaan Idul Fitri diawali dengan salat Ied yang dipimpin Mbah Benu.
Dalam penjelasannya, Mbah Benu mengaku tidak mengikuti aturan siapa pun, termasuk memedomani perhitungan dari pemerintah melalui lembaga falakiyah. Akan tetapi ia berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.
“Saya tidak pakai perhitungan. Saya telepon langsung kepada Allah Taala,” kata Mbah Benu dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (6/4).
Jelas ini berbeda sekali dengan perhitungan yang dipedomani oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. Jika merujuk penanggalan hisab dan rukyat Kementerian Agama, Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal 1445 Hijriah berpotensi jatuh pada 10 April 2024. Jika demikian, maka Lebaran secara nasional akan berbarengan dengan jamaah Muhammadiyah.
Dari komunikasi langsung yang diklaim Mbah Benu, Allah menyebut tanggal 5 April 2024 sebagai Hari Raya Idulfitri 1445 H.
“Ya Allah, sudah tanggal 29 (bulan Ramadan), 1 Syawal-nya kapan?’ Allah Taala bercerita, tanggal 5 (April 2024),” terangnya.
Seklias diketahui Sobat Holopis, bahwa Jamaah Aolia adalah sebuah perkumpulan masyarakat yang memiliki tarikat tersendiri. Perkumpulan ini berdiri sejak tahun 1972 di Desa Giriharjo Panggang, Gunung Kidul. Yogyakarta.
Penggagas Jemaah Aolia adalah Kiai Haji R. Ibnu Hajar Sholeh Prenolo atau yang dikenal dengan Mbah Benu. Sebagai pendiri, Mbah Benu mengajarkan nilai-nilai agama Islam kepada masyarakatnya sambil terlibat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Jemaah Aolia menganut ajaran sufisme. Mereka menunjukkan perhatian terhadap masalah lingkungan dan kemanusiaan. Sikap ini sejalan dengan prinsip-prinsip sufisme yang menekankan pada kepedulian terhadap keberlangsungan bumi dan kesejahteraan manusia. Mereka memiliki respons yang kuat tehadap krisis lingkungan dan perubahan iklim.
Ajaran mereka yang beraliran sufi mencerminkan upaya dalam menjawab tantangan zaman dengan pendekatan spiritual dan praktis.
Sementara itu, Mbah Benu selaku pendiri Jemaah Aolia ternyata memiliki riwayat berguru ilmu agama kepada ulama besar. Ia belajar agama di Pesantren Mbulus yang terletak di daerah Maron Purworejo. Di pesantren tersebut, dia belajar dari beberapa ulama, termasuk Gus Jogo Rekso dari Muntilan, Syech Jumadil Kubro yang dimakamkan di Gunung Turgi, dan Sunan Pandanaran dari Klaten.