HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah per tanggal 29 Februari 2024 mencapai Rp8.319,22 triliun. Angka tersebut naik dari posisi utang di bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 8.253,09 triliun.
Adanya penambahan jumlah utang tersebut turut mengerek rasio utang pemerintah, dari yang semula di angka 38,75 persen menjadi 39,06 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Jumlah utang pemerintah per akhir Februari 2024 tercatat Rp 8.319,22 triliun dengan rasio utang 39,06 persen terhadap PDB,” demikian tertulis dalam Buku APBN KiTA, yang dikutip Holopis.com, Senin (1/4).
Kendati naik, besaran rasio utang tersebut masih di bawah batas aman yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni sebesar 60 persen terhdap PDB.
Bahkan, besaran rasio utang tersebut lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027, yang berada di kisaran 40 persen.
Secara rinci, utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni dalam bentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman, dimana per 29 Februari 2024 ini, utang pemerintah masih didominasi oleh instrumen SBN dengan persentase sebsar 88,19 persen. Sedangkan pinjaman hanya sebesar 11,81 persen.
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN per 29 Februari tercatat sebesar Rp 7.336,87 triliun, yang terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 5.947,95 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp 4.797,16 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.150,79 triliun.
kemudian untuk utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing tercatat sebesar Rp 1.388,92 triliun, yang terdiri dari Surat Utang Negara Rp 1.044,37 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp 344,55 triliun.
Adapun jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman per Februari 2024 sebesar Rp 982,35 triliun. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 35,45 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 946,90 triliun.
Sedngkam untuk pinjaman luar negeri yang sebesar Rp 946,90 triliun terdiri dari bilateral sebesar Rp 267,99 triliun, multilateral sebesar Rp 581,99 triliun dan commercial banks sebesar Rp 96,91 triliun.