HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga crazy rich Helena Lim menggunakan dalih Corporate Social Responsibility (CSR) dalam penyaluran hasil tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Dugaan modus tersebut sedang didalami lebih lanjut oleh penyidik Kejagung.
“CSR di situ adalah dalih saja,” ungkap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (26/3).
Helena Lim merupakan tersangka ke-15 yang dijerat Kejagung dalam kasus ini. Selaku Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena diduga telah memberikan bantuan untuk mengelola hasil tindak pidana penambangan timah yang dilakukan secara ilegal melalui kerja sama penyewaan peralatan pemrosesan peleburan timah. Nah dalam kerja sama itu, diduga Helena memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE untuk kepentingan dan keuntungan pribadi maupun tersangka lain.
“Benar atau tidaknya ada penggelontoran dana CSR itu masih kita dalami,” tegas Kuntadi.
Diketahui, Helena Lim telah ditetapkan oleh Kejagung sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Dalam kasus ini, Helena dijerat atas Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 KUHP. Saat ini, Helena mendekam di Rutan Salemba Kejagung.
Sebelumnya, tim penyidik Kejagung telah menggeledah kantor, PT QSE dan PT SD, dan rumah Helena di wilayah Jakarta pada 6–8 Maret 2024. Dari penggeledahan itu, tim penyidik menyita bukti elektronik, dokumen serta uang dengan total mencapai Rp 33 miliar dengan rincian Rp 10 miliar dan 2 juta dolar Singapura atau setara Rp 23 miliar. Kejagung menduga bukti itu berhubungan atau merupakan hasil tindak kejahatan.