HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat Ekonomi dari Universitas Atma Jaya, Rosdiana Sijabat merespon positif rencana calon presiden (capres) yang unggul di berbagai quick count, Prabowo Subianto untuk menaikkan target rasio pajak sebesar 16 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun untuk mencapai target tersebut dalam 4 tahun, menurut Rosdiana, tentu perlu sosok Menteri Keuangan (Menkeu) yang lebih jago dari Sri Mulyani Indrawati, yakni sosok Menkeu di Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) saat ini.
“Jadi kalau mau naik ke angka 16 persen, tentu menurut saya tergantung profil dari menteri keuangan yang akan ditempatkan di sana (kabinet Prabowo-Gibran), harus jauh lebih hebat dari pada Bu Sri Mulyani kalau tidak angka 16 persen itu belum tentu bisa direalisasikan dalam 4 tahun ke depan,” ujarnya dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (9/3).
Adapun sejauh ini, sudah ada sejumlah nama yang digadang-gadang masuk dalam bursa bendahara negara, di antaranya yakni Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama (Dirut) Bank Mandiri Darmawan Junaidi dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri.
Sementara untuk rasio pajak Indonesia, berdasarkan data yang dihimpun Holopis.com, mencapai 10,21 persen pada tahun 2023. Sedangkan di tahun 2022, angka rasio pajaknya mencapai 10,41 persen.
“Kita sudah melihat bagaimana kemampuan Ibu Sri Mulyani dalam hal mengendalikan kebijakan fiskal yang disiplin termasuk juga memperbaiki sektor perpajakan kita,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rosdiana mengatakan bahwa untuk menaikkan rasio pajak Indonesia, perlu adanya reformasi dalam sistem perpajakan di Indonesia.
“Nah kalau misalkan kita ingin menaikkan rasio pajak kita itu bisa mencapai 16 persen oleh Pak Prabowo terhadap PDB yaitu ini lagi-lagi tantangan kita bagaimana pemerintah kalau dalam 4 tahun pertama Pak Prabowo ini nanti bisa melakukan reformasi perpajakan,” tutur Rosdiana.
Adapun reformasi yang dimaksud adalah membuat sektor-sektor perekonomian Indonesia yang menjadi penopang perpajakan meningkat.
“Perlahan tetapi ada target misalkan kenaikan kenaikan 2 persen setiap tahun dari sektor yang belum masuk kepada basis pajak menjadi masuk ke dalam basis pajak,” urainya.