HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadwalkan ulang panggilan Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni.
Jadwal ulang itu menyusul ketidakhadiran Bendahara Umum (bendum) Partai Nasdem itu pada panggilan pemeriksaan yang diagendakan penyidik KPK pada hari Jumat (8/3).
“Informasi yang kami peroleh, untuk Pak Ahmad Sahroni memang mengkonfirmasi tidak bisa hadir karena ada kegiatan lain sehingga nanti kami akan menjadwal ulang,” ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com hari ini.
Ahmad Sahroni sedianya akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang menjerat mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Namun, Sahroni tak menghadiri pemeriksaan dengan alasan baru menerima surat panggilan pemeriksaan dan ada agenda yang tidak dapat ditinggalkan.
“Terkait waktu pemanggilan, akan kami informasikan berikutnya,” kata Ali.
Menurut Ali, keterangan Sahroni dibutuhkan tim penyidik KPK untuk membongkar pencucian uang yang diduga dilakukan SYL. “Kami meyakini bahwa Pak Sahroni pasti juga akan kooperatif dan membantu tim penyidik KPK sehingga menjadi jelas dan terang perbuatan dari tersangka SYL dimaksud,” ucap Ali.
Pengusutan TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan penerimaan gratifikasi, yang lebih dulu menjerat Syahrul Yasin Limpo. Yasin Limpo tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus penerimaan gratifikasi itu.
Dalam surat dakwaan SYL, jaksa membeberkan aliran uang hasil pemerasan dan gratifikasi yang diterima SYL. Hal itu dibeberkan jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan terhadap SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/2).
SYL didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar. Perbuatan itu dilakukan SYL bersama dua anak buahnya, yakni mantan Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta.
Jaksa menyebut SYL menggunakan uang hasil pemerasan terhadap bawahannya di Kementan dan gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar untuk kepentingan keluarga, umrah, hingga setoran ke Partai Nasdem.