HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil pihak-pihak yang mengetahui atau terlibat dalam dugaan praktik rasuah jual beli perizinan pertambangan nikel di Maluku Utara. Tak terkecuali peluang memanggil Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya masih mempelajari berbagai informasi yang beredar. Termasuk pemberitaan investigasi yang menduga Bahlil menyalahgunakan wewenangnya dalam mencabut dan mengaktifkan kembali izin usaha pertambangan (IUP) serta hak guna usaha pertambangan (HGU).
Alex memastikan pihaknya tak akan sembarangan dalam melakukan pemanggilan. Dikatakan Alex, KPK akan berkoordinasi dengan Kementerian Investasi/BKPM.
“KPK akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi kepada para pihak yang dilaporkan mengetahui atau terlibat dalam proses perijinan tambang nikel,” ucap Alex, sapaan Alexander Marwata kepada wartawan pada Senin (4/3) seperti dikutip Holopis.com.
Terpisah, Anggota DPR RI, Mulyanto mendesak KPK memanggil dan memeriksa Bahlil Lahadalia dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi lantaran diduga melakukan penyalagunaan wewenang dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah. Terkait pencabutan dan memberikan kembali IUP dan HGU, Bahlil disebut-sebut meminta imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan.
“Keberadaan satgas penataan penggunaan lahan dan penataan investasi juga tumpang tindih. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi,” ungkap Mulyanto kepada wartawan.
Mulyanto menduga keberadaan satgas yang dipimpin Bahlil sarat kepentingan politik. Terlebih pembentukannya jelang kampanye pilpres 2024. Sehingga Mulyanto menenggarai pembentukan satgas ini sebagai upaya legalisasi pencarian dana pemilu untuk salah satu peserta pemilu.
“Terlepas dari urusan politik saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu,” ujar Mulyanto.
Seharusnya, kata Mulyanto, urusan tambang menjadi wewenang Kementerian ESDM. Namun, kini diambil alih oleh Kementerian Investasi. Keberadaan satuan tugas itu dinilai tumpang tindih.
“Padahal terkait pengelolaan tambang tidak melulu bisa dilihat dari sudut pandang investasi tapi juga terkait lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional. Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan Keppres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM bukan Kementerian Investasi,” tegas Mulyanto.