Sejarah Isra’ Mi’raj, Peristiwa yang Sulit Dijangkau Nalar Rasional Manusia

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan hal yang sangat fenomenal dalam sejarah peradaban umat manusia. Meskipun disebutkan secara langsung dalam Al-Qur’an, peristiwa penting tentang perjalanan Nabi Muhammad SAW tersebut sulit dijangkau oleh nalar rasional manusia.

Bagaimana tidak, peristiwa Isra’ Mi’raj yang merupakan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Makkah (Masjidil Haram) menuju Palestina (Masjidil Aqsha), kemudian mengarungi alam semesta raya hingga ke sidratul muntaha hanya ditempuh dalam dalam waktu tak lebih dari semalam.

Padahal perjalanan dari Makkah ke Masjidil Aqsa saja pada masa itu, dimana belum ada kendaraan modern seperti pesawat, membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan lamanya.

Pengalaman Nabi Muhammad yang terkait dengan Isra Mi’raj merupakan bagian dari keyakinan karena tidak ada saksi manusia yang menyaksikan beliau bergerak dengan cepat seperti kilat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, atau melihatnya terbang melewati awan hingga mencapai langit ketujuh.

Hal ini pun serupa dengan tidak adanya manusia yang menyaksikan bagaimana Nabi Muhammad menerima wahyu Al-Quran langsung dari Allah melalui perantara, yakni malaikat Jibril.

Pada titik ini, terdapat kesamaan antara Isra Mi’raj dan Al-Qur’an dalam mekanismenya. Dari sudut pandang lain, kesamaan tersebut juga terlihat dalam validitas turunnya Al-Qur’an sebagai wahyu kepada Nabi, yang dapat dibuktikan melalui pemikiran yang jelas dan akal sehat dengan menganalisis serta memahami isinya, bukan hanya melalui pengamatan indra.

Prinsip yang serupa juga terlihat dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Kebenarannya dapat dipahami dan dibuktikan dengan akal sehat dan pemikiran yang jernih dengan cara memahami dan menganalisis dengan cermat kisah-kisah Isra Mi’raj.

Kita dapat menganalisis dengan cermat kebenaran Isra Mi’raj dengan menggunakan pendekatan filsafat sejarah yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun dalam karyanya yang monumental, yaitu Muqaddimah Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa kerangka filsafat sejarah terdiri dari tiga elemen utama: pelaku sejarah, substansi sejarah, dan pembaca sejarah.

Seorang pembaca sejarah harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip narasi sejarah, karakteristik pelaku sejarah, kondisi sosial yang ada, tantangan perpecahan dalam masyarakat, dan aspek-aspek lain yang relevan.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral