Namun, Ali Fikri enggan menjelaskan lebih lanjut terkait dugaan tersebut. Pasalnya, kata Ali, dugaan tersebut sedang didalami penyidik dalam proses penyidikan kasus yang juga salah satunya menjerat Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel, Stevi Thomas (ST) ini.

Usai pemeriksaan kemarin, Haji Robert mengatakan, perusahaannya sudah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) di Halmahera Utara selama 23 tahun dan berencana untuk memperpanjang IUP-nya. Haji Robert mengaku mengenal sosok Abdul Gani Kasuba.

Namun, Ia mengklaim tak berkomunikasi secara khusus mengenai izin kegiatan perusahaannya dengan Haji Robert mengaku mengenal sosok Abdul Gani Kasuba. Ia juga mengklaim pengoperasian tambang PT Nusa Halmahera Mineral tidak berurusan dengan pemprov.

Diketahui perusahaan itu salah satunya mengoperasikan Tambang Emas Gosowong di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. Haji Robert menyebut terdapat 3.000 pekerja yang ada di tambang PT Nusa Halmahera Mineral.

“Kita (mendapatkan izin) dari pusat. Saya punya enggak ada urusannya (dengan Gubernur). Kalau kita enggak, enggak ada urusan. Kalau kita kan enggak butuh pemprov (untuk perizinan),” ucap Haji Robert.

Sejauh ini, KPK baru menetapkan 7 orang tersangka dugaan suap proyek, perizinan, dan jual beli jabatan usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Malut dan Jakarta pada Senin (18/12). Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Ghani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut, Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.

Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan, Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), anak usaha Harita Group, Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.

Dalam proses penyidikan kasus ini, tim penyidik KPK juga telah menggeledah sejumlah tempat. Di antaranya, rumah salah satu caleg Malut, Muhaimin Syarif; rumah Stevi Thomas (ST); dan kantor PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel. Harita merupakan salah satu perusahaan tambang nikel terbesar di Malut.

KPK mengendus Muhaimin Syarif sebagai ‘makelar’ pengkondisian proses perizinan perusahaan tambang di Provinsi penghasil nikel terbesar di bagian timur Indonesia tersebut. Diduga uang pelicin pengurusan tambang itu mengalir kepada Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK).

KPK memastikan akan terus mengembangkan kasus dugaan suap perizinan, pengadaan proyek dan jual beli jabatan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara. Dalam pengembangannya, lembaga antikorupsi membuka peluang menjerat tersangka baru.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebelumnya menyebut penyidik tak menutup kemungkinan mengantongi informasi dan data adanya dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP), termasuk nikel. Alex, sapaan Alexander Marwata, memastikan pihaknya akan mengusut dugaan tersebut dalam proses pengembangan perkara.

Dikatakan Alex, peluang kasus korupsi pengkondisian IUP di Malut sangat besar. Apalagi, Malut terkenal dengan daerah penghasil nikel. Disebut-sebut salah satunya milik Harita Group.

“Kita ketahui bersama di Maluku Utara itu salah satu sumber nikel, ya. Banyak perusahaan-perusahaan dan pengusaha yang berusaha mendapatkan izin penambangan di sana,” ungkap Alex beberapa waktu lalu.

Ali Fikri sebelumnya menyebut, peluang penambahan tersangka dalam pengembangan kasus yang dibongkar melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) ini terbuka lebar dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi dalam proses tahap penyidikan. Selain itu juga dalam proses penuntutan dan persidangan.