HOLOPIS.COM, JAKARTA – Psikolog Rizky Purnomo Adji Churnawan, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau yang bisa disebut sebagai kelainan otak itu ternyata merupakan sebuah keunikan bagi penderitanya, dan juga ADHD merupakan faktor genetik.
Rizky mengutarakan bahwa ADHD itu merupakan suatu kelainan yang terjadi di otak penderitanya.
“Jadi kita sudah bilang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) itu sebagai kelainan otak,” ucap Rizky yang dikutip dari laman YouTube Holopis Channel.
Pada dasarnya memang menurut neubiologis, otak penderita ADHD itu memang berbeda dibandingkan manusia normal, tapi bukan berarti mereka lebih rendah, itu adalah sebuah keunikkan yang ada pada diri mereka.
“Jadi kita bahasnya dari neubiologis gitu, dimana otak penderita itu berbeda memang, ada perbedaan dengan otak-otak pada manusia normal gitu, itu perbedaan atau keunikkan ya, bukan berarti yang punya ADHD lebih rendah dari kita, tapi memang keunikkan aja,” katanya.
Risky juga menuturkan ada 3 karakteristik yang terjadi pada penderita ADHD, antara lain.
“Kemudian ADHD ini punya 3 karakteristik, pertama adalah tidak bisa konsentrasi, kedua itu hiperaktif dan ketiga itu impulsive,” tuturnya.
Selanjutnya, Rizky juga menyambung dengan gejala ADHD dapat muncul pada usia anak pra-sekolah yaitu 3 sampai 6 tahun.
“Biasanya itu, muncul gejalanya itu dari umur pra-sekolah 3 sampai 6 tahun, kemudian kalau tidak tertangani atau tidak terdeteksi bisa sampai dewasa atau remaja,” sambungnya.
Sementara, karena ADHD itu merupakan kelainan pada otak, makanya tidak ada pengruh dari lingkungan, melainkan berada pada faktor genetika saja.
“Memang untuk saat ini yang ditemukan itu ADHD itu dari faktor genetik, faktor dari struktur otak gitu. Jadi lingkungan itu tidak berpengaruh dalam pembentukkan ADHD, tapi berpengaruh pada keparahan ADHD-nya,” ujarnya.
Faktor lingkungan hanya menjadi hal yang lebih memperparah impuls yang diterima dari penderita ADHD saja, dan kembali lagi itu adalah dari faktor genetik.
“Jadi, anak itu menjadi lebih parah impulsnya, lebih parah tidak bisa konsentrasi, lebih parah tidak bisa menahan diri, itu gara-gara lingkungannya. Jadi bukan faktor lingkungan, tapi lebih banyak faktor genetikalnya,” nyatanya.