HOLOPIS.COM, JAKARTA – ‘Hidup Tani, Hidup SPI, Hidup Partai Buruh’ begitulah seruan Angga Hermanda yang memimpin Konferensi Pers bersama para buruh dari masing-masing daerah untuk menyuarakan aksi unjuk rasa karena harga gabah anjlok, yang diselenggarakan di depan Gedung D, Kementerian Pertanian, Jumat (19/1).
Angga Hermanda mengatakan aksi unjuk rasa yang dilakukan bersama SPI dan Partai Buruh, karena sudah berdampak langsung kepada nasib para petani.
“Hari ini kenapa kita melakukan aksi unjuk rasa dan rela hujan-hujan untuk menyampaikan aspirasi, itu karena sudah berdampak langsung kepada nasib kita para petani mulai awal Januari kemarin, tatkala musim tani kemarin,” katanya.
Perwakilan Buruh dari Indramayu juga menekankan di daerahnya terkena dampak penurunan yang begitu anjloknya.
“Untuk situasi hari ini di lapangan daerah Indramayu, dimana sudah terjadi penurunan harga yang dirasakan oleh petani, yang awalnya di atas 8.000 sekarang hanya 6.600,” kata partisipan unjuk rasa dari Indramayu.
Sementara, partisipan dari Banten juga menyerukan mahalnya harga pangan dan juga langkanya pupuk untuk para petani yang di sediakan oleh pemerintah.
“Harga jual langsung turun, tapi harga pangan semakin mahal, dan pupuk juga semakin langka. Di daerah Banten hanya di fasilitasi, Poktan dan Gapoktan,” ujar partisipan dari Banten.
Hal yang sama terjadi juga di daerah Garut, Angga menyambung di daerah sana mengalami penurunan harga per awal Januari lalu pada gabah kering.
“Dari Garut tadi ditemukan harga sampai 5.800 awalnya Januari kemarin gabah kering,” sambung Angga dalam Konfrensi Pers.
Hal tersebut berdampak sejak bulan November tahun lalu yang merupakan impor terbesar yang terjadi di Indonesia selama 25 tahun.
“Jadi kita SPI dan Partai Buruh melihat dan merasakan dengan impor beras yang sudah bergulir sejak November lalu, dan 2023 kemarin merupakan impor terbesar selama 25 tahun terakhir,” Ujar Angga.
Perlu diketahui bahwa sangat tidak relevan ketika harga gabah yang merosot tapi di satu sisi harga pangan yang terus meningkat, bahkan di atas harga HET.
“Jadi sangat tidak relevan sekali karena harga gabah langsung anjok, namun harga beras di teman-teman buruh masih tinggi diatas HET,?,” ucap Angga.
Maka dari itu Angga menyatakan kebingungannya kepada Menteri Pertanian dan Badan Pangan Nasional, dari impor beras siapa yang menikmati hal tersebut.
“Nah itu makanya kami mempertanyakan siapa yang menikmati ini. Makanya kita mempertanyakan kepada MenTan yang setuju dan juga kepala Bapanas yang menunjuk Pt. Bulog untuk melakukan revormaagraria,” kata Angga.