HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) memberikan penjelasan lengkap perihal kenaikan pajak hiburan di angka 40 – 75 persen, yang kini menjadi perbincangan banyak pihak.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana menegaskan, bahwa tidak semua pajak hiburan atau yang dikenal dengan istilah pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) mengalami kenaikan.
Dia mengatakan, bahwa sebagian kategori jasa hiburan justru mengalami penurunan pajak, dari yang sebelumnya ditetapkan maksimal 35 persen, kini maksimal hanya menjadi 10 persen.
“Semula dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 (batas maksimal pajak hiburan) sampai 35 persen, saat ini diubah diturunkan sampai dengan 10 persen,” ujar Lydia dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (17/1).
Penurunan batas tarif pajak hiburan itu sebagaimana diatur dalam Pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam aturan itu dijelaskan, objek pajak yang terkena PBJT terdiri dari 12 jenis kegiatan, dengan rincian sebagai berikut :
- Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu
- Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana
- Kontes kecantikan
- Kontes binaraga
- Pameran
- Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap
- Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor
- Permainan ketangkasan
- Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran
- Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang
- Panti pijat dan pijat refleksi
- Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Lydia menjelaskan, dari 12 jenis kegiatan tersebut, kegiatan angka 1-2 dikenakan tarif pajak hiburan atau PBJT sebesar 10 persen.
“Secara umum, tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan ini secara umum ditetapkan paling tinggi 10 persen,” katanya.
Sementara itu, kegiatan angka 12 atau disebut juga dengan ‘hiburan khusus/spesial’ menjadi satu-satunya kegiatan yang dikenakan tarif pajak hiburan dengan batas minimal 40 persen, dan batas maksimal di angka 75 persen.
Adapun pengenaan pajak hiburan ‘khusus’ dengan batas atas sebesar 75 persen ini bukan hal baru, dimana pada UU No. 29 tahun 2009 pun telah ditetapkan besaran tersebut. Hanya saja pada aturan baru ini, ditetapkan batas bawah sebesar 40 persen.
Pemerintah mengklaim penetapan batas bawah ini dilakukan dengan pertimbangan, jasa hiburan khusus tidak dinikmati oleh masyarakat umum, sehingga diberlakukan perlakuan khusus terhadap pungutan pajaknya.
Di sisi lain, pemerintah tidak ingin pemerintah daerah sebagai pihak yang berwenang memutuskan besaran pajak, menetapkan besaran pajak yang terlalu rendah.
“Oleh karena itu untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan dipandang perlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya,” pungkasnya.