HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu) mengungkapkan, bahwa setidaknya sudah ada 177 pemerintah daerah (pemda) yang melaporkan penetapan pajak hiburan tertentu atau spesial sebesar 40 – 75% yang berlaku mulai tahun 2024 ini.
“Dari 436 daerah, terdapat 177 daerah yang melaporkan sudah menerapkan pajak hiburan tertentu mulai dari 40 – 75%,” ucap Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (16/1).
Secara terperinci dari total 177 daerah yang melapor, tercatat sebanyak 58 daerah menerapkan tarif pajak hiburan sebesar 70 – 75%. Kemudian 16 daerah menerapkan pajak hiburan di rentang 60 – 70%, lalu 67 daerah menerapkan pajak hiburan khusus 50 – 60%. Lalu yang menerapkan pajak hiburan di angka 40 – 50% ada sebanyak 36 daerah.
Dikatakan Lydia, daerah yang telah menetapkan tarif pajak hiburan tertentu dengan batas atas yang sebesar 75% diantaranya yakni Kabupaten Siak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Belitung Timur, Kabupaten Lebak, Kabupaten Grobogan, serta Kota Tual.
Dia mengatakan, bahwa batas bawah dan batas atas pengenaan pajak hiburan tertentu itu telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa pajak hiburan tertentu itu berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotek, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa,
Penetapan batas bawah dan batas atas pengenaan pajak hiburan yang sebesar 40 – 75% sebelumnya tidak diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD.
Lydia pun menegaskan, bahwa penerapan batas bawah yang terbilang tinggi untuk pajak hiburan ini adalah untuk memberikan keadilan di tengah masyarakat. Pasalnya sektor jasa hiburan tertentu selama ini hanya dirasakan oleh masyarakat tertentu, atau yang dalam hal ini masyarakat kelas atas.
“Jadi untuk yang jasa tertentu tadi, dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu untuk mempertimbangkan rasa keadilan, untuk upaya mengendalikan, dipandang perlu menetapkan tarif batas bawahnya,” kata Lydia.