HOLOPIS.COM, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis kinerja perdagangan Indonesia periode Desember 2023, sekaligus sepanjang periode tahun 2023 pada Senin (15/1) besok.

Sebagaimana diketahui, neraca perdagangan Indonesia per November 2023 telah membukukan 43 bulan beruntun. Apabila pada Desember 2023 ini neraca Indonesia kembali mencatatkan surplus, maka neraca Indonesia berhasil membukukan surplus 44 bulan beruntun.

Pencapaian surplus di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jauh melewati era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membukukan surplus neraca perdagangan 42 bulan beruntun, yakni dari Oktober 2004 hingga Maret 2008.

Kendati demikian surplus neraca perdagangan Desember 2023 diproyeksikan lebih rendah dibanding periode sebelum-sebelumnya. Hal itu karena kinerja ekspor pada Desember 2023 yang diperkirakan melandai, seiring dengan melandainya harga komoditas.

Sebaliknya, kinerja impor Indonesia pada Desember 2023 diperkirakan akan naik, sejalan dengan permintaan pada masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Sebagaimana diketahui, kinerja perdagangan Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas, terutama batu bara dan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).

Pasalnya, komoditas sawit dan batu bara menyumbang ekspor sekitar 30 persen dari total ekspor Indonesia, sehingga pergerakan harganya akan sangat menentukan nilai ekspor Indonesia.

Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Desember 2023 tercatat di angka US$ 141,8 per ton. Harga tersebut secara bulanan sebenarnya naik dari harga November 2023 yang sebesar US$ 126,98 per ton. Namun secara tahunan, angka itu lebih rendah dari harga pada Desember 2022 yang tercatat sebesar US$ 379,3 per ton.

Sementara itu, rata-rata harga CPO tercatat MYR 3.745,8 per ton. Harga ini lebih rendah dibandingkan November 2023 yang tercatat MYR 3.859,55 per ton. Pun bila dibandingkan dengan harga Desember 2022 yang tercatat MYR 3.966,9 per ton juga masih lebih rendah.