HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dosen Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah menilai bahwa pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo soal ‘estafet kepemimpinan’ dalam perayaan Ibadah Natal 2024 di PTIK bukan sebuah keberpihakan terhadap salah satu paslon capres-cawapres.

Bahkan Trubus menilai bahwa pernyataan Jenderal Sigit itu lebih kepada pengharapan terhadap pemimpin selanjutnya. Bukan mengarahkan agar Polri berpihak kepada pasangan calon Presiden dan Wapres tertentu.

“Karena nggak ada omongan begitu (Kapolri berpihak),” kata Trubus, Sabtu (13/1) seperti dikutip Holopis.com.

Berbeda halnya jika Kapolri menyebut brand tertentu agar didukung dalam Pemilu. Maka jelas Kapolri bisa bersalah dalam konteks Kepemiluan.

“Kecuali Pak Kapolri bicaranya (misalkan) ‘Tolong lanjutkan ini kepemimpinan Pak Jokowi kepada Gibran anaknya’ itu jelas, ini kan enggak ada,” ujarnya.

Trubus menilai pernyataan Sigit adalah sebuah hal yang wajar. Konteks ‘estafet kepemimpinan’ ini juga merupakan sebuah ungkapan biasa yang sering muncul dalam peralihan sebuah kepemimpinan.

“Kalau saya dari konteks pandangan sebagai pengamat sosial, itu saya melihat hal yang ya wajar saja, sebuah ungkapan biasa. Bahwa memang konteks estafet kepemimpinan itu adalah hal yang selalu didiskusikan di publik,” tuturnya.

Lebih lanjut, Trubus juga menyampaikan pernyataan Kapolri soal ‘estafet kepemimpinan’ disampaikan dalam perayaan Natal. Namun kemudian pernyataan Jenderal Sigit ini dipolitisasi.

“Pengertian estafet kepimpinan itu menjadi ramai karena itu dikaitkan dengan tahun politik yang lagi ramai karena mau Pilpres ini. Jadi seolah-olah apa yang disampaikan itu ada keberpihakan, jadi tidak netral. Padahal, sesungguhnya tetap saja konteksnya tetap netral wong itu disampaikan dalam konteks perayaan Natal,” tegasnya.

Trubus mengatakan masyarakat harus melihat secara utuh pernyataan Kapolri tersebut. Menurutnya, pernyataan Kapolri tersebut adalah sebuah pengharapan bagaimana transformasi dari satu pemimpin ke pemimpin selanjutnya.

“Jadi saya melihat interaksi sosial yang dibangun adalah memberi gambaran terkait dengan bagaimana proses transformasi dari satu pemimpin yang satu dengan pemimpin berikutnya. Kalau kemudian itu dimaknai politis ya bisa saja karena sekarang kan eranya politis, jangan itu, bansos aja dipolitisasi,” pungkasnya.