HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pakar ilmu komunikasi dari Universitas Airlangga Surabaya, Prof Henri Subiakto menilai bahwa menilai bahwa apa yang disampaikan Roy Suryo soal microphone di dalam debat Cawapres hari Jumat (22/12) tidak salah.
Sebab, apa yang di sampaikan pakar telematika tersebut merupakan bagian dari demokrasi, hak berpendapat yang dilindungi oleh Undang-Undang.
“Menyampaikan pendapat, walau salah dan tidak menyenangkan sekalipun, itu bukanlah melanggar hukum,” kata Henri dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (28/12).
Menurutnya, aneh jika Roy justru diperkarakan hukum atas haknya berbicara dan berpendapat.
“Tidak ada pasal yang melarang seseorang tidak boleh berbicara kritis terkait penggunaan suatu alat untuk berdebat, seperti yang dilakukan Roy Suryo tersebut,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan jangan sampai hukum dijadikan alat untuk mendelegitimasi seseroang dan membungkam agar tidak berbicara sesuai dengan haknya yang dilindungi oleh Undang-Undang.
“Janganlah hukum digunakan untuk nakut nakuti tokoh yang tidak sependapat, atau hukum dipakai untuk membungkam kekritisan seseorang terhadap persoalan politik,” terangnya.
Namun, ia harap hukum digunakakan benar-benar untuk menegakkan keadilan.
“Hukum hanya pantas diterapkan untuk para pelaku yang memang jelas-jelas berniat jahat dan sengaja melanggar pasal,” pungkasnya.
Sebelumnya, Roy Suryo membuat tweet yang menyebutkan bahwa microphone yang digunakan Gibran Rakabuming Raka berbeda dengan yang dikenakan Muhaimin Iskandar maupun Mahfud MD.
Ia menuding microphone yang dipakai Gibran terdapat alat komunikasi, yakni alat pendengar atau ear feeder.
“Kemarin sudah saya duga, untuk menghindari cheating, sebaiknya next KPU adil. Kenapa si No 2 ini sampai gunakan 3 (TIGA) MIC sekaligus: 1. Clip-on, 2. Hand-held & 3. Head-set ?. Apa gunanya juga ada earphone ?. siapa yang bisa feeding ke telinganya ?. Mengapa 2 calon yang lain beda ?. Ambyar,” tulis Roy dalam Tweetnya @KRMTRoySuryo1.