HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan bahwa Ketua nonaktif KPK, Firli Bahuri terbukti melakukan pelanggaran etik berat terkait sejumlah perbuatan. Atas hal tersebut, Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat terhadap Firli Bahuri, yakni mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan KPK.
“Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK,” ucap Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC), Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (27/12).
Adapun sejumlah perbuatan terkait pelanggaran etik berat itu yakni, Firli terbukti melakukan hubungan langsung atau tidak langsung dengan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang tengah beperkara di KPK. Firli juga terbukti tidak jujur melaporkan harta kekayaannya serta menyewa rumah di Jalan Kertanegara, Jakarta.
“Menyatakan Terperiksa Sdr. Firli Bahuri telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku yaitu melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK dan tidak memberitahukan kepada sesama Pimpinan mengenai pertemuan dan komunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo yang telah dilaksanakannya yang diduga menimbulkan benturan kepentingan, serta tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 8 huruf e Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” ujar Tumpak.
Tidak ada hal yang meringankan sanksi terhadap Firli dalam putusan ini. Sedangkan hal yang memberatkan yakni, Dewas KPK menilai Firli tidak mengakui perbuatannya, tidak hadir dalam persidangan kode etik dan pedoman perilaku tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara sah dan patut, dan berusaha memperlembat jalannya persidangan.
“Sebagai ketua dan anggota KPK seharusnya menjadi contoh dalam mengimplementasikan kode etik, tetapi malah berperilaku sebaliknya. Terperiksa pernah dijatuhi sanksi kode etik,” ujar Tumpak.