HOLOPIS.COM, JAKARTA – Carbon capture storage atau CCS menjadi salah satu topik yang sedang hangat diberbincangkan setelah ditanyakan oleh calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gribran Rakabuming Raka kepada cawapres nomor urut 3, Mahfud MD dalam acara debat cawapres yang berlangsung Jumat (22/12) kemarin malam.
Pasalnya, topik tersebut dinilai oleh Mahfud tidak relevan dengan tema debat kedua yang diselenggarakan oleh KPU RI tersebut, yakni ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital, investasi, pajak dan tata kelola Anggaran Penerimaan dan Belanja Nasional (APBN) serta Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD).
Dikutip Holopis.com dari laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman (Kemenko Marves), Indonesia merupakan pelopor di ASEAN dari segi penerapan regulasi CCS, dan berperingkat pertama di Asia menurut Global CCS Institute.
Adapun carbon capture storage sendiri merupakan salah satu teknologi yang mampu memitigasi pemanasan global dengan cara mengurangi emisi CO2 ke atmosfer.
Secara ekonomi, teknologi carbon capture storage ini merupakan peluang bisnis baru bagi Indonesia. Terlebih Indonesia memiliki potensi besar di sektor penyimpanan karbon ini. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan.
Dia mengatakan, bahwa Indonesia berpeluang menjadi raksasa di bisnis teknologi pada 10 hingga 20 tahun ke depan.
“Saya kira mungkin beberapa triliun US dolar dan kita terbesar mungkin di dunia sehingga 10-20 tahun ke depan itu adalah project yang sangat besar, dan ini harus anak-anak muda yang mengerjakannya tidak bisa generasi saya,” kata Luhut seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (23/12).
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi mengatakan, bahwa Indonesia saat ini tengah mengincar posisi sebagai hub atau pusat dari CCS, dengan potensi kapasitas penyimpanan CO2 mencapai 400 hingga 600 gigaton.
Potensi ini memungkinkan penyimpanan emisi CO2 nasional selama 322 hingga 482 tahun, dengan puncak emisi diperkirakan mencapai 1,2 gigaton CO2-ekuivalen pada 2030.
“Indonesia berambisi mengembangkan teknologi CCS dan menjadi hub CCS untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060. Inisiatif ini tidak hanya akan menampung emisi CO2 domestik, tetapi juga mempromosikan kerja sama internasional,” ungkap Jodi.
Jodi menyatakan, hub CCS akan menjadi tonggak sejarah baru bagi Indonesia karena CCS diakui sebagai license to invest (izin untuk berinvestasi), khususnya untuk industri rendah karbon seperti blue ammonia, blue hydrogen, dan advanced petrochemical.
Pendekatan ini diharapkan dapat membawa terobosan bagi perekonomian Indonesia dengan membuka peluang untuk industri baru dan menciptakan pasar global untuk produk-produk rendah karbon.
Dari sisi investasi, teknologi CCS berpotensi menarik nilai investasi yang cukup besar ke Indonesia. Sejauh ini, pemerintah telah menandatangani MoU dengan ExxonMobil, dengan nilai investasi sebesar US$15 miliar.
Menurut Jodi, dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia juga bersaing untuk menjadi pusat CCS regional, Indonesia harus memanfaatkan kesempatan ini sebagai pusat strategis dan geopolitik.
“Inisiatif ini diharapkan tidak hanya mendukung Indonesia dalam mencapai tujuan lingkungan global, tetapi juga merangsang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inovatif,” tukasnya.
Ruben Amorim memang kerap merotasi pemainnya di setiap laga Manchester United (MU). Ternyata, Amorim beralasan…
Hari ini, seluruh umat Nasrani di seluruh dunia merayakan Hari Raya Natal, sebuah perayaan yang…
Manchester City tetap menggelar latihan meski sedang dalam perayaan hari Natal. Hal itu dilakukan demi…
Lagu berjudul Terkutuk Cintamu merupakan salah satu lantunan paling hits yang dimiliki grup band reggae…
Kehadiran Arne Slot sebagai suksesor Jurgen Klopp di Liverpool nampaknya sesuai dengan ekspektasi. Kendati begitu,…
Buah kelengkeng banyak digemari karena rasanya yang manis dan lezat. Selain itu, mudah juga didapat.