HOLOPIS.COM, JAKARTA – Jurnalis Siaga 2023 pada Sabtu (16/12) bertemakan bencana perkotaan atau urban disaster, dengan meliputi susur sungai Ciliwung, Mitigasi Gempa Bumi, Peran Komunitas Dalam Mengembalikan Peradaban Sungai hingga Edukasi Pemadaman Api skala Kecil.

Sebanyak 30 jurnalis ikut serta, diawali sengan susur sungai dan pembersihan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung bersama tim Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa, agenda ini dihadiri Achmad Lukman dari Ketua Forum PRB DKI Jakarta, Bani Kiswanto selaku Penanggung jawab acara Jurnalis Siaga dan M. Fatzry Iqbal Hsb dari Public Relation Dompet Dhuafa.

Menurut Achmad Lukman selaku Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) DKI Jakarta yang juga Manager Divisi Pengurangan Risiko Bencana Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa mengatakan Jabodetabek khususnya Jakarta mempunyai potensi bencana yang cukup besar mulai dari banjir hingga gempa.

“Dengan adanya pelatihan dan edukasi terhadap rekan-rekan jurnalis, kita mencoba untuk mendorong pengetahuan bagi masyarakat luas terhadap edukasi bencana dan dampaknya. Banyak rekan-rekan media bertugas di gedung bertingkat serta bertugas di wilayah terdampak bencana, hal ini menjadi kunci peningkatan pelatihan dan edukasi dalam tajuk Jurnalis Siaga 2023,” kata Lukman seperti dikutip Holopis.com.

Kemudian, ia juga mengatakan bahwa pihaknya juga melakukan susur sungai Ciliwung untuk melihat Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalami penyempitan diakibatkan pengalihan fungsi DAS menjadi pemukiman penduduk.

Tidak hanya itu, peserta pun didorong untuk membersihkan sampah di area DAS Ciliwung, yang nantinya sampah-sampah tersebut akan kita kaji bersama-sama.

“Susur sungai Ciliwung menempuh jarak 10 Km dari Jembatan TB Simatupang hingga Padepokan Ciliwung Condet,” jelasnya.

Di sisi lain GEDSI (Kesetaraan Gender Disabilitas dan Inclusi Sosial) Specialist DMC Dompet Dhuafa, Desy Edian Sari mengatakan, bahwa DMC Dompet Dhuafa sudah mengintervensi komunitas-komunitas lokal dalam mendukung terciptanya komunitas sadar lingkungan sungai.

“Dalam mengintervensi komunitas, ada beberapa program yang kami terapkan yakni Eco-Edu wisata yang terdiri dari arung sungai, pengelolaan sampah, saung pembibitan dan perkemahan, hingga membangun Kampung Peradaban Betawi yang di dalamnya terdapat pelestarian batik betawi dan emping condet hingga panahan dan kuliner Betawi,” kata Desy.

Kemudian, ia juga menambahkan bahwa intervensi terhadap peran komunitas dalam mengembalikan peradaban Sungai Ciliwung tentunya bukan hal yang mudah, akan tetapi juga membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam mengelola komunitas ini menjadi lebih bernilai.

“Seperti yang kami lakukan salah satunya pada Padepokan Ciliwung Condet, mulanya lahan ini merupakan area pembuangan sampah limbah rumah tangga dan industri, limpasan banjir hingga sarang penyakit. Namun di tahun 2022, Padepokan Ciliwung Condet telah berubah dengan mendorong eduwisata sungai dan pembibitan pohon loa hingga pelestarian budaya Betawi,” paparnya.

Lantas, ia pun menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa bergerak sendirian, akan tetapi harus ada kolaborasi aksi (kolaboraksi) oleh semua elemen dalam mendorong peradaban sungai Ciliwung yang lebih baik.

“Para peserta yang sebagian jurnalis telah mengumpulkan sejumlah sampah yang berada di DAS Ciliwung, 70% sampah plastik masih mendominasi pencemaran sungai, lalu yang kedua diikuti sampah kain dengan 30%. Hal ini harus disadari oleh semua kalangan, sejumlah sampah ini sulit terurai secara cepat, bahkan butuh puluhan tahun untuk bisa terurai secara sempurna. Sangat ironis memang, keberadaan sampah ini di DAS Ciliwung,” pungkasnya.