Sri Mulyani Bawa Kabar Buruk soal Ekonomi Global, Mau Dengar?

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani Indrawati memberikan kabar tidak menyenangkan terkait perekonomian global. Dikatakannya, bahwa kondisi perekonomian global masih diliputi ketidakpastian sampai dengan akhir tahun ini.

Dia menyebut, risiko dan ketidakpastian global ini dipicu dinamika negara-negara maju yang berdampak ke global. Salah satunya yakni Amerika Serikat yang masih dihadapkan pada permasalahan tingginya inflasi dan tingkat suku bunga.

Selain Amerika, negara maju lainnya seperti China dan Eropa juga masih bergulat dengan kondisi ekonominya yang melemah dengan defisit fiskal yang meningkat, serta diiringi oleh core inflation yang masih tinggi.

“Selain masalah ekonomi, kondisi geopolitik juga menunjukkan resiko yang makin tinggi. Kita lihat perang di Ukraina maupun di Timur Tengah, terutama Palestina yang tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir menimbulkan downside risk terhadap prospek pertumbuhan ekonomi,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (15/12) yang dikutip Holopis.com.

Bendahara negara itu menyebut, sentimen global juga akan menimbulkan volatilitas di sektor keuangan, dan bahkan mungkin akan melebar hingga menimbulkan tekanan proteksionisme dan melemahkan perdagangan global.

Menkeu melanjutkan, prospek pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 ini diperkirakan masih akan lemah, sebagaimana disampaikan oleh sejumlah lembaga internasional.

International Monetary Fund (IMF) diketahui telah merevisi proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi dunia menjadi hanya 3 persen. Sementara proyeksi ekonomi global oleh Bank Dunia hanya sebesar 2,1 persen. Inflasi juga diprediksi mencapai level 5,8 persen. angka ini lebih tinggi dari periode sebelum pandemi.

“Indonesia masih termasuk negara yang memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi tertinggi di lingkungan ASEAN dan di lingkungan G20, yaitu di 5 persen,” ungkap Menkeu.

Dalam paparannya, Menkeu juga menyampaikan dari sisi kegiatan manufaktur terlihat 69,6 persen negara berada di zona kontraksi, seperti AS, Eropa, Jerman, Perancis, Inggris, Italia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Sementara 30 persen negara lainnya, termasuk Indonesia berada di zona ekspansi.

“Jadi dalam konteks ini, Indonesia termasuk di dalam kategori ekonomi dan kegiatan manufakturnya resilien atau tetap bisa bertahan positif dan ekspansif,” ujarnya.

Dari sisi harga komoditas, Menkeu mengatakan volatilitas tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi supply dan demand, namun juga faktor politik dan perang ikut mengambil peranan. Secara keseluruhan, beberapa komoditas yang penting bagi ekonomi Indonesia menunjukkan koreksi yang cukup signifikan.

Tercatat, untuk harga komoditas batu bara turun 63 persen sejak awal tahun 2023. Kemudian minyak juga turun 14,6 persen, natural gas atau gas alam turun bahkan 43,7 persen secara tahun kalender sejak awal tahun ini.

Minyak sawit mentah alias CPO pun ikut turun 14,8 persen, Kemudian gandum turun 23,4 persen, kedelai turun hampir 5 persen, dan beras turun 6,5 persen.

“Ini adalah komoditas-komoditas yang penting pengaruhnya di dalam perekonomian kita dan semuanya dalam kondisi penurunan year to date,” pungkas Menkeu.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral