HOLOPIS.COM, JAKARTA – Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (DP2) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Angin Prayitno Aji.
Vonis itu diketuk oleh Ketua Majelis Hakim Tinggi Gunawan Gusmo dengan Anggota Hakim Tinggi Berlin Damanik dan Umbrhorma Maya Marbun pada Rabu (6/12). Selain pidana badan, Angin Prayitno juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp. 750.000.000 subsider tiga bulan kurungan. Angin juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3.737.500.000.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Angin Prayitno Aji dengan pidana penjara selama 5 tahun,” bunyi putusan, seperti dikutip Holopis.com, dari laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis (7/12).
Majelis Hakim menyatakan, Angin Prayitno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Angin dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebelumnya pada 28 Agustus 2023 menjatuhkan hukuman pidana tujuh tahun penjara dalam perkara gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Berdasarkan fakta persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta, Angin Prayitno Aji disebut telah menerima gratifikasi Rp 29.505.167.100 atau Rp 29,5 miliar dari enam perusahaan dan satu orang. Ada tujuh pihak wajib pajak yang memberi gratifikasi kepada Angin Prayitno saat dirinya menjabat sebagai Direktur P2. Satu perorangan, dan enam adalah perusahaan.
Perusahaan itu antara lain, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU), CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi (perorangan), PT Walet Kembar Lestari, dan PT Link Net.
Angin Prayitno kemudian mengubah bentuk uang hasil tindak pidana korupsinya menjadi 101 bidang tanah dan bangunan, satu apartemen, dan satu unit mobil. Hal itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diduga diterima dari hasil tindak pidana korupsi.