HOLOPIS.COM, SUMBAR – PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) mengklaim bahwa mereka sempat alami kesulitan untuk mendeteksi erupsi di Gunung Marapi, Sumatera Barat.
Ketua Tim Kerja Gunung Api PVMBG, Ahmad Basuki mengatakan, selain karena kondisi erupsi yang tidak bisa diprediksi, alat pendeteksi di Stasiun Pemantauan Gunung Api Marapi (GGSL) pun telah beberapa kali dicuri.
“Tanggal 31 Maret 2023 dilakukan pengecekan di Stasiun Guguak Solangdan ondisi stasiun sudah dibongkar,” kata Ahmad dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (6/12).
Akibat pencurian tersebut, rekaman seismik dari stasiun pemantauan sempat terputus. Penggantian alat tersebut pun baru dilakukan pada 17 Mei 2023 dan dilakukan perbaikan pergantian baterai ACCU di stasiun.
Pencurian pun diketahui kembali terjadi pada 25 September 2023, dimana fekaman seismik dari stasiun pemantau kembali putus.
“Tanggal 11 Oktober 2023, tim dibagi dua. Satu tim pengecekan ke stasiun GGSL, dilakukan pengecekan lapangan. Kondisi stasiun aman. Satu tim lagi ke Stasiun Sago sebagai Stasiun Repeter dari GGSL ke Pos Pengamatan. dilakukan penggantian Radio, kemudian data GGSL jalan kembali,” ujarnya.
Menurut Ahmad, pencurian tidak terlalu sering terjadi. Namun beberapa kali terjadi pencurian oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Tidak terlalu sering, tapi beberapa kali saja,” imbuhnya.
Ahmad juga berdalih bahwa Gunung Marapi sering erupsi secara tiba-tiba. Tidak ada gempa vulkanik sebelum erupsi terjadi di Gunung Marapi.
“Berdasarkan erupsi awal tahun 2023 (7 Januari-20 Februari 2023) serta erupsi 3 Desember 2023 ini, pertanda akan terjadi erupsi Marapi tidak terlalu jelas,” jelas Ahmad.
Erupsi Gunung Marapi tidak diawali dengan gempa vulkanik. Berbeda dengan kebanyakan gunung lain.
“Kedua periode erupsi tersebut tidak didahului oleh peningkatan gempa-gempa vulkanik seperti di gunung api lainnya,” ucapnya.
Karena erupsi sering tiba-tiba muncul, PVMBG menetapkan status level ii atau waspada di Gunung Marapi sejak Agustus 2011. Dengan status itu, batas aman gunung adalah 3 km dari puncak.
“Salah satu pertimbangannya (status Level II sejak 2011) sulit diprediksi dan sering meletus tiba-tiba,” katanya.