HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), Ignatius Indro memberikan sentilan keras kepada PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) sekaligus pemerintah yang dinilai gagal dalam membina pesepakbolaan di tanah air.
Hal ini disampaikan Indro buntut dari insiden kericuhan antar supporter dalam sesi pertandingan antara PSS Sleman dengan PSIS Semarang di Stadion Jatidiri Semarang pada hari Minggu (3/12) kemarin. Bahkan kericuhan itu sampai sulit dilerai hingga memaksa wasit menghentikan pertandingan.
“Ini semakin menunjukkan bukti kalau apa yang dilakukan PSSI maupun Pemerintah kepada suporter hanya sebatas pencitraan dan mengabaikan esensi yang sebenarnya apa yang dibutuhkan oleh suporter,” kata Indro kepada Holopis.com, Selasa (5/12).
Sekadar diketahui, bahwa kericuhan bermula dari aksi saling ejek antar suporter dari sisi tribun utara dengan pendukung PSS Sleman yang datang langsung ke Stadion Jatidiri. Aksi saling lempar pun terjadi sampai akhirnya kericuhan tidak terhindarkan.
“Apa yang sudah dilakukan presidium suporter yang dibentuk PSSI, selain glorifikasi dan puja puji PSSI? saya tidak melihat itu,” tambah Indro.
Ia pun kembali menyeret insiden di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 silam. Yang mana menurutnya, keadilan atas tragedi tersebut masih belum bisa disembuhkan dengan semua proses hukum yang dijalankan oleh pemerintah.
Karena bagi Indro, tidak adanya penyelesaian yang adil terutama yang berpihak kepada korban pada Tragedi Kanjuruhan juga mempengaruhi perilaku suporter yang semakin memprihatinkan saat ini. Karena kemarahan publik atas rasa ketidakadilan semakin terakumulasi dalam tindakan suporter.
“Tidak terpenuhinya rasa keadilan pada penyelesaian Tragedi Kanjuruhan sedikit banyak menambah akumulasi kekecewaan suporter dan dilampiaskan pada pertandingan yang ada. Ini harusnya menjadi perhatian khusus pemerintah,” ujarnya.
Padahal menurut Indro, edukasi suporter harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya serta mencari tahu secara masif apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh para suporter tiap daerah, sekaligus memberi ruang agar energi dari para suporter dapat teralihkan dari energi negatif yang membentuk kerusuhan.
“Edukasi yang dilakukan harus melalui pendekatan budaya di tiap daerah. Dengan mengetahui budaya, kita mengetahui apa yang dibutuhkan para suporter agar bisa menyalurkan energi mereka,” tegas Indro.
“Ini yang harus dilakukan bersama oleh seluruh stakeholders sepak bola,” pungkasnya.