Advertisement
Categories: Polhukam

Presiden Jokowi Curiga Agus Rahardjo Punya Kepentingan Khusus

Advertisement

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Jokowi (Joko Widodo) akhirnya menanggapi perihal pernyataan mantan Ketua KPK yang menuduhnya telah mengintervensi kasus korupsi e-KTP.

Jokowi awalnya menjelaskan, kasus yang menjerat Setya Novanto sebagai tersangka itu ada pada November di tahun 2017. Dimana dirinya menganggap sudah bertindak cukup objektif pada saat itu.

“Ini yang pertama coba dilihat diberita-berita tahun 2017 di bulan November. Saya sampaikan saat itu pak Novanto, pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada. Jelas berita itu ada semuanya,” kata Jokowi dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Senin (4/12).

Jokowi bahkan menyebut, kasus tersebut kemudian tetap berjalan dan membuat Setya Novanto yang kala itu menjabat Ketua DPR RI masuk penjara.

“Kedua buktinya proses hukum berjalan. Ketiga pak setya novanto sudah dihukum divonis dihukum berat 15 tahun ya,” ujarnya.

Jokowi kemudian mencurigai, Agus Rahardjo mempunyai agenda terselubung sehingga berani mengeluarkan tuduhan seperti itu.

“Terus untuk diramaikan itu kepentingan apa diramaikan itu untuk kepentingan apa? Dah itu aja,” tukasnya.

Sebelumnya, Agus Rahardjo menyebut pernah dipanggil Presiden sendirian ke Istana Negara. Di sana kata Agus, Presiden Joko Widodo ditemani oleh Menteri Sekretariat Negara yakni Pratikno.

“Saya dipanggil sendirian oleh Presiden, presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno,” kata Agus.

Dalam statemennya, Agus menyampaikan Jokowi langsung membentak dirinya persis saat masuk ke dalam ruangan.

“Begitu saya masuk, Presiden sudah marah, menginginkan hentikan kasus Pak Setnov, ketua DPR waktu itu dalam kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” ucapnya.

Karena dirinya tidak menggubris permintaan Presiden pada waktu itu, Agus menyebut tiba-tiba muncul revisi UU KPK yang di dalamnya ada perintah penghentian penyidikan atau SP3.

“Karena KPK tidak punya SP3, tidak mungkin (sprindik) saya berhentikan, saya batalkan,” terangnya.

“Makanya saya nggak saya perhatikan, saya jalan terus. Tapi akhirnya kan dilakukan revisi UU. Intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian (KPK) di bawah Presiden. Apa pada waktu itu Presiden merasa bahwa ini Ketua KPK dibentak Presiden kok nggak mau,” imbuhnya.

Share
Published by
Ronald Steven

Recent Posts

Airlangga Pastikan QRIS dan e-Toll Tak Kena PPN 12%

JAKARTA - Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa semua produk yang berakitan dengan bahan kebutuhan…

58 detik ago

Dishub Jakarta Pastikan Tak Hapus Koridor 1 Transjakarta

Wacana yang beredar terkait peniadaan koridor 1 (Blok M-Kota) akibat adanya MRT Fase 2A selesai…

31 menit ago

Ferry Koto Anggap Kemarahan PDIP Gegara Kecele Jokowi di Pilpres 2024

JAKARTA - Influencer Ferry Koto menilai bahwa kemarahan PDIP kepada Joko Widodo saat ini berasal…

1 jam ago

Supratman Klaim Pengembalian Aset Lebih Penting Ketimbang Hukuman

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang meminta para koruptor untuk…

1 jam ago

2025 Biaya Layanan QRIS Naik 12 Persen, Menurut Anda?

Mungkin banyak yang tak sadar bahwa setiap transaksi Quick Response Indonesian Standard (QRIS), ada biaya jasa layanan…

1 jam ago

Tolak PPN 12%, Golkar Anggap PDIP Gagal Move On dari Kekuasaan

Partai Golkar menuding PDIP saat ini berusaha mencari panggung ke masyarakat usai lengser dari kekuasaan…

2 jam ago