HOLOPIS.COM, JAKARTA – Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD tak ingin menanggapi soal pengakuan Agus Rahardjo di program Rosi Kompas TV, di mana ada pengakuan jika bekas Ketua KPK tersebut pernah dibentak Presiden Jokowi untuk menghentikan proses hukum Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.
“Itu Pak Agus yang tahu,” kata Mahfud MD di Pandeglang, Banten, Jumat (1/12) seperti dikutip Holopis.com.
Soal apakah dia pernah mendengar cerita seperti yang diutarakan Agus, Mahfud menyatakan dirinya sama sekali tidak pernah mendengar. Bahkan ia baru mendengar dari tayangan program talkshow Rosi dengan Agus di program yang disiarkan oleh stasiun televisi swasta itu.
“Kalau kita kan nggak ada yang tahu, baru dengar sekarang juga,” ujarnya.
Soal statemen Agus, Mahfud mempersilakan masyarakat yang menilai sendiri, apakah yang diceritakan itu benar adanya, atau sekadar fitnah.
“ya biar masyarakat menilai bagaimana kasus ini,” tuturnya.
Pun demikian, Mahfud yang juga Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju tersebut menyatakan, pemerintah tidak boleh melakukan intervensi terhadap penegakan hukum. Sementara dirinya sebagai Menko yang membidangi politik, hukum dan sektor keamanan tidak pernah melakukan seperti yang diutarakan oleh Agus Rahardjo.
“Memang kita tidak boleh mengintervensi penegakan hukum, kalau saya sendiri ndak pernah,” tegasnya.
Sebelumnya, Agus Rahardjo menyebut pernah dipanggil Presiden sendirian ke Istana Negara. Di sana kata Agus, Presiden Joko Widodo ditemani oleh Menteri Sekretariat Negara yakni Pratikno.
“Saya dipanggil sendirian oleh Presiden, presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno,” kata Agus.
Dalam statemennya, Agus menyampaikan Jokowi langsung membentak dirinya persis saat masuk ke dalam ruangan.
“Begitu saya masuk, Presiden sudah marah, menginginkan hentikan kasus Pak Setnov, ketua DPR waktu itu dalam kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” ucapnya.
Karena dirinya tidak menggubris permintaan Presiden pada waktu itu, Agus menyebut tiba-tiba muncul revisi UU KPK yang di dalamnya ada perintah penghentian penyidikan atau SP3.
“Karena KPK tidak punya SP3, tidak mungkin (sprindik) saya berhentikan, saya batalkan,” terangnya.
“Makanya saya nggak saya perhatikan, saya jalan terus. Tapi akhirnya kan dilakukan revisi UU. Intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian (KPK) di bawah Presiden. Apa pada waktu itu Presiden merasa bahwa ini Ketua KPK dibentak Presiden kok nggak mau,” imbuhnya.