Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Jubir PSI (Partai Solidaritas Indonesia) Cheryl Tanzil menduga bahwa statemen Agus Rahardjo di program Rosi Kompas TV memiliki muatan politis dengan menyebut kesaksian dibentak Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kasus Setya Novanto.

Hal ini dilakukan saat Agus sedang maju sebagai calon senator DPD RI dari Jawa Timur 2024. Sekaligus di tengah ramainya polemik PDIP vs Jokowi di momentum Pemilu 2024.

“Kenapa baru diutarakan sekarang? Saat maju caleg DPD Jatim? Harusnya saat punya kewenangan sebagai Ketua KPK beliau buka ke publik,” kata Cheryl dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (1/12).

Ia khawatir Agus diproyeksikan oleh pihak tertentu untuk mendelegitimasi Joko Widodo sebagai Presiden di tengah dinamika politik saat ini.

“Lagipula tuduhan di hadapan talkshow jatuhnya hanya jadi gibah dan kerja kampanye elektoral, nggak punya kekuatan hukum,” tandasnya.

Terlebih, Cheryl juga khawatir apa yang diucapkan Agus bisa berdampak serius, sebab bisa saja konteks yang disampaikan bekas Ketua KPK tersebut diduga bermuatan hoaks.

“Ini sama aja dengan kampanye hoaks kalau menuduh tapi nggak ada bukti,” tegasnya.

Terakhir, Cheryl menilai bahwa statemen Agus semacam itu jelas sekali kental dengan unsur politik praktis, mengingat ia sengaja menggunakan momentum saat ini untuk berbicara seperti itu, terlepas apakah informasi itu hoaks atau fakta.

“Harusnya kalau mau bersih-bersih dan serius mengandung korupsi, Pak Agus Rahardjo mengeluarkan pernyataan adanya intervensi dalam kasus e-KTP saat dia menjabat sebagai Ketua KPK,” tukasnya.

“Kalau tiba-tiba sekarang baru diutarakan, di depan talkshow TV, masyarakat jadi tertarik apa motifnya? Apakah karena sedang maju jadi caleg DPD Jatim jadi butuh sensasi untuk menarik perhatian?,” sambung Cheryl.

Sebelumnya, Agus Rahardjo menyebut pernah dipanggil Presiden sendirian ke Istana Negara. Di sana kata Agus, Presiden Joko Widodo ditemani oleh Menteri Sekretariat Negara yakni Pratikno.

“Saya dipanggil sendirian oleh Presiden, presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno,” kata Agus.

Dalam statemennya, Agus menyampaikan Jokowi langsung membentak dirinya persis saat masuk ke dalam ruangan. Di mana permintaan Presiden adalah agar KPK menghentikan proses penyidikan kasus tindak pidana korupsi e-KTP yang menyeret Ketua DPR RI pada saat itu, yakni Setya Novanto.

“Begitu saya masuk, Presiden sudah marah, menginginkan hentikan kasus Pak Setnov (Setya Novanto -red), ketua DPR waktu itu dalam kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” ucapnya.

Karena dirinya tidak menggubris permintaan Presiden pada waktu itu, Agus menyebut tiba-tiba muncul revisi UU KPK yang di dalamnya ada perintah penghentian penyidikan atau SP3.

“Karena KPK tidak punya SP3, tidak mungkin (sprindik) saya berhentikan, saya batalkan,” terangnya.

“Makanya saya nggak saya perhatikan, saya jalan terus. Tapi akhirnya kan dilakukan revisi UU. Intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian (KPK) di bawah Presiden. Apa pada waktu itu Presiden merasa bahwa ini Ketua KPK dibentak Presiden kok nggak mau,” imbuhnya.