Holopis.com Menanggapi hal tersebut, Nadiem menyebut, Kurikulum Merdeka saat ini sudah diterapkan di 80 persen sekolah di Indonesia. Harapannya seluruh sekolah bisa menerapkan kurikulum ini yang memberi keleluasaan kepada para pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar.

Nadiem meyakini, guru di seluruh Indonesia tidak ingin kembali ke awal setelah berupaya sekuat tenaga selama empat tahun terakhir.

“Saya yakin, ibu dan bapak tidak mau kehilangan kesempatan untuk berinovasi di dalam kelas yang sekarang dimungkinkan dengan Kurikulum Merdeka. Materi yang tadinya begitu padat, semua guru hanya kejar tayang karena harus pindah ke materi berikutnya, sekarang disederhanakan,” katanya.

Ia menegaskan, Kurikulum Merdeka berpusat pada kemerdekaan guru, memberi kebebasan kepada guru untuk menjadi co-creator kurikulum. Sehingga jauh dari kesan stres.

Saat ini juga sudah dihadirkan aplikasi Merdeka Mengajar. Ada 3 juta guru di Indonesia yang telah menggunakan platform ini untuk transisi ke kurikulum baru.

“Saat ini juga sudah ada 50 ribu guru penggerak di lapangan yang menyalakan api perubahan di masing-masing daerah. Tahun depan akan ada 100 ribu guru penggerak yang insyaallah akan dijadikan kepala sekolah di seluruh Indonesia dan pengawas di seluruh Indonesia,” kata Nadiem.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi menilai, ada solusi untuk mengurangi tingkat stress guru. Salah satunya, mengangkat guru honorer menjadi guru Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK).

“Kami hanya bisa memohon ada kiranya saudara-saudara kami yaitu guru-guru swasta, guru-guru TK, para tenaga kependidikan di Indonesia, memohon untuk diberikan ruang dan kesempatan untuk menjadi ASN P3K,” ucapnya.

Selain itu, PGRI juga mengajukan permohonan kepada Presiden agar guru honorer yang diangkat dapat dikembalikan ke sekolah-sekolah yang menjadi penyangga pendidikan nasional.

Langkah ini akan memberikan stabilitas dan keberlanjutan proses pembelajaran di berbagai daerah. Utamanya di sekolah-sekolah yang mengandalkan kontribusi besar dari guru honorer sebagai pemerataan pendidikan dapat terwujud secara lebih merata di seluruh Indonesia.

Khususnya para guru swasta yang diangkat menjadi P3K dapat kiranya dikembalikan di sekolah-sekolah swasta yang menjadi penyangga utama untuk pendidikan nasional,” ucap dia.

Baca selengkapnya di halaman ketiga.