Mardiansyah sudah mengkonfirmasi bahwa semua sepakat bahwa semua perangkat negara harus bersikap netral tapi juga harus fair. Yakni semua perangkat negara tanpa terkecuali, tidak hanya kepolisian tapi juga perangkat-perangkat negara lainnya yang memang berpotensi untuk tidak netral itu juga harus mendudukkan dirinya lembaganya untuk menjadi sesuatu yang netral di pemilu 2024.

“Harapan masyarakat soal netralitas harus kita jaga tanpa terkecuali, tak hanya Kepolisian tapi TNI juga teman-teman BIN juga semua harus berposisi sama yakni netral,” jelas Mardiansyah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra meyakini bahwa Polri sudah bergerak sesuai dengan koridor sebagai penegak hukum dan semua pihak harus meyakini bahwa Polri pasti netral.

“Hanya saja kemudian netralitas Polri itu tidak hanya dipercaya tapi tetap harus memerlukan pengawasan publik,” katanya.

Kata dia, persoalan ini menjadi ujian bagi Kepolisian Republik Indonesia di tahun politik kali ini. Menurut Dedi, tudingan soal netralitas Polri hanya semacam riak-riak semata. Artinya hanya bagian dari kebebasan opini masyarakat sepanjang Polri bisa menunjukkan bahwa Polri konsisten dengan pendirian konsep presisinya.

“Saya kira tidak perlu khawatir terkait dengan tuduhan tuduhan publik semacam itu,” sebutnya.

Ditempat yang sama, perwakilan Cyber Indonesia Farhana Nabila Hanifah menegaskan bahwa dirinya mewakili generasi milenial dan Gen Z, juga pemerhati sosial media, melihat Polri saat ini sudah cukup netral.

“Sayangnya banyak orang sekarang lihat sesuatu dari media sosial, makanya pimpinan Polri harus bisa bersuara juga di media sosial agar pesan netralitas sampai kepada masyarakat,” kata Farhana.

Farhana mengatakan bahwa sejauh ini publik masih percaya bahwa semua aparat hukum itu netral. Dirinya juga percaya bahwa bukan cuma Polri tapi juga seluruh pemangku kebijakan Pemerintah yang berusaha untuk me-happy ending-kan Pemilu 2024 ini.

“Saya percaya Polri dan seluruh jajarannya itu netral apalagi di sosial media sekarang mungkin lebih santernya diangkat tentang isu tersebut. Semoga tidak ada perpecahan ditengah masyarakat,” tambahnya.

Farhana pun berpesan agar publik tidak terjebak oleh berita bohong, hate speech, Hoax, yang menimbulkan perpecahan.

“Semoga acara-acara diskusi semacam ini bisa menjadikan masyarakat, pengguna medsos dan semuanya bisa lebih cerdas menggunakan media sosial dan tak mudah termakan hoax dan isu SARA,” pungkasnya.