HOLOPIS.COM, JAKARTA – Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Mahfud MD menekankan bahwa konstitusi itu ada karena sebagai alat untuk melakukan pembatasan baik dalam konteks waktu maupun ruang lingkupnya.
“Negara kita adalah negara demokrasi konstitusional. Konstitusi itu sebenarnya isinya adalah membatasi kekuasaan,” kata Mahfud MD dalam Dialog Terbuka di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) seperti dikutip Holopis.com, Kamis (23/11).
Pembatasan ruang lingkup adalah maksudnya membagi peran siapa berkhidmat sebagai legislatif yakni DPR, MPR, DPD, maupun DPRD Kabupaten atau Kota. Kemudian ada Eksekutif di pusat dan daerah, termasuk siapa yang berkhidmat di yudikatif yakni lembaga peradilan.
“Membatasi lingkup kekuasaan itu dibagi-bagi legislatif, eksekutif, legislatif, pusat, daerah,” terangnya.
Sementara untuk pembatasan waktu, Mahfud MD menekankan bahwa setiap pejabat di institusi negara itu diberikan waktu khidmat dalam periode tertentu. Tidak boleh seseorang melampaui batas waktu yang ditentukan dalam konteks perundang-undangan.
“Membatasi waktunya, harus ada periode tertentu, 5 tahun kemudian diperpanjang 5 tahun, sesudah itu selesai, itu membatasi waktu, itu konstitusi,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Kepala Daerah atau Presiden sekalipun tidak boleh melampaui batasan waktu periodesasi kepemimpinan dengan alasan apapun.
“Sebaik apapun orang memimpin kalau sudah 2 periode tidak boleh lagi (melanjutkan kepemimpinan) dengan alasan dia masih baik, dia masih dibutuhkan, ndak bisa,” imbuhnya.
Dengan demikian, keberadaan konstitusi di Indonesia ini menjadi penting dalam mengatur batasan-batasan itu.
“Oleh sebab itu batasan waktu dan lingkup itu harus ketat,” terangnya.
Jika batasan-batasan itu tidak ditatai dengan baik, maka potensi masalah akan terjadi. Dimana batasan-batasan secara substansial ini tidak diamini oleh semua komponen pejabat negara. Salah satu efek sampingnya adalah tumpang tindih kekuasaan hingga perilaku koruptif.
“Berdasar hasil penelitian, kekuasaan sekarang itu banyak sekali yang eksesif. Itu hasil penelitian transparansi internasional, indeks persepsi korupsinya anjlok dari 38 ke 34. Padahal kita sejak tahun 1999 menaikkan 1, 1 nggak sampai 3. Di tahun 2021 IPK kita 38, tiba-tiba pada 2022 anjlok menjadi 34,” paparnya.
Kondisi ini menurut Mahfud MD tak lepas dari amburadulnya batasan-batasan yang sebenarnya sudah diatur di dalam konstitusi berbangsa dan bernegara.
“Karena batas-batasan kekuasaan bercampur baur,” tukasnya.
Mahfud MD yang juga mantan anggota Dewan tersebut menyebut bahwa ada sejumlah oknum anggota DPR yang dia tidak hanya menjadi anggota dewan, akan tetapi memiliki perusahaan juga yang tak jarang memanfaatkan posisinya di legislatif untuk melancarkan kepentingan bisnisnya.
“Misal di lembaga legislatif itu ada orang jadi anggota DPR sekaligus punya perusahaan, yang kemudian kalau ada nego-nego dengan pemerintah bagi pengembangan perusahaannya digarap di legislatif, dalam forum rapat kerja dan sebagainya,” tuturnya.
Bahkan ia menyebut ada salah satu case yang pernah terjadi di DPR bahwa seorang oknum anggota dewan mencoba melakukan manuver di dalam rapat kerja atau rapat dengar pendapat dengan kementerian tertentu. Namun sebenarnya, tujuan utamanya adalah ingin mencari proyek tertentu dari pemerintah.
“Kadang kala menteri itu ditekan, sesudah ditekan gitu bicara keras, sesudah keluar dari sidang lalu minta proyek, itu DPR, banyak itu,” sambungnya.
Tak hanya di legislatif, bahkan di rumpun eksekutif juga terjadi praktik-praktik tumpang tindih kebijakan karena perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme tanpa mempedulikan konstitusi.
“Di tubuh pemerintahan juga perizinan tumpang tindih, sering terjadi orang minta izin ditahan-tahan, kalau nyuap baru jalan,” tukasnya.
Kondisi seperti ini membuat banyak investor ragu untuk berinvestasi di Indonesia, baik investor dalam negeri maupun mancanegara. Hal ini pun tak sedikit ditemukan di kantornya, dimana banyak pengusaha mengadu kepadanya karena adanya praktik-praktik semacam itu.
“Sehingga perusahaan dan para investor datang ke saya, kalau kami tidak nyuap kami selalu kalah. Kalau kita suap lalu ketahuan civil society kita dipenjara,” ucap Mahfud.
Sehingga dengan demikian, semua masalah-masalah yang membuat dilema terhadap konstitusi harus dibereskan. Sehingga kepastian hukum dan penegakan keadilan bisa terapkan dengan baik dan benar.
“Nah itu yang harus kita urai, kita pecah, nggak boleh itu terjadi lagi,” pungkasnya.
Partai Golkar menuding PDIP saat ini berusaha mencari panggung ke masyarakat usai lengser dari kekuasaan…
Sudah bukan rahasia umum bahwa ras terkuat di jalanan adalah emak-emak membawa motor.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan maksud pernyataan Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor jika…
Siapa sih yang tidak tahu dengan film asal Inggris berjudul Love Actually, yang biasanya ditonton…
Sekertaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani menanggapi pro dan kontra kenaikan PPN 12% yang justru…
Jika biasanya Natal identik dengan berbagai persiapan untuk dekorasi pohon natal atau rumah, Hari Raya…