HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 58.974.116.189 (Rp 58 miliar). Andhi Pramono menerima gratifikasi itu sejak 2012 sampai 2023 atau selama menjabat sejumlah posisi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Hal itu terungkap saat Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan terdakwa Andhi Pramono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/11).
Menurut jaksa, dugaan penerimaan gratifikasi Rp 50.286.275.189,79; 264.500 dolar Amerika Serikat (AS); dan 409.000 dolar Singapura itu terkait pengurusan ekspor impor. Penerimaan gratifikasi dilakukan secara langsung dan melalui rekening atas nama Andhi Pramono maupun orang lain yang dia kuasai.
“Telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan bentuk kejahatan, menerima gratifikasi, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ujar jaksa KPK, seperti dikutip Holopis.com.
Andhi Pramono disebut menerima uang Rp 2,4 miliar pada 2 April 2012 dari pengusaha sembako, Suriyanto. Namun terdapat pengembalian uang sejumlah Rp 95 juta sehingga Andhi Pramono menerima Rp 2,3 miliar.
Kemudian, Andhi Pramono menerima uang Rp 2,7 miliar dari Rony Faslah, Makmun Rony Faslah PT, Masrayani dan Nur Kumala Sari. Penerimaan uang pada 22 Mei 2022 itu melalui 81 kali transaksi.
Selanjutnya, Andhi Pramono penerimaan fee sejumlah Rp 1,5 miliar dari PT Agro Makmur Chemindo. Penerimaan melalui tiga rekening atas nama orang lain yang dikuasai itu terkait pengurusan jasa undername perusahaan dan jasa kepabeanan impor.
Berikutnya, Andhi Pramono menerima Rp 1,1 miliar pada 2015. Penerimaan uang dari pengurus operasional ekspedisi CV Berkah Jaya Mandiri, Rudi Hartono itu dilakukan dalam tujuh kali transaksi.
Lalu, Andhi Pramono menerima Rp 345 juta dari beneficiary owner PT Mutiara Globalindo, Rudy Suwandi dalam rentang 2016 sampai dengan 2021. Melalui rekening atas nama Iksannudin, Andhi Pramono menerima Rp 360 juta dari Komisaris PT Indokemas Adhikencana, Johannes Komarudin pada 2018.
Selain itu, pada Januari 2019, Andhi Pramono menerima dari Hasim bin Labahasa selaku beneficiary owner PT Putra Pulau Botang Perkasa dan La Hardi selaku Direktur dari perusahaan itu sejumlah Rp 952 juta.
Andhi Pramono juga disebut menerima Rp 480 juta pada September 2021 dari beneficiary owner PT Global Buana Samudra, Sukur Laidi. Uang itu diterima secara bertahap dalam 16 kali penerimaan.
Pada April 2012, Andhi Pramono menerima uang dengan jumlah seluruhnya Rp 7 miliar dari sejumlah pihak. Terakhir, Andhi Pramono juga disebut menerima uang tunai sejumlah Rp 4,1 miliar dari sejumlah pihak sejak 2012 sampai dengan 2022.
Andhi Pramono mempergunakan uang yang diterimanya itu untuk sejumlah keperluan. Di antaranya untuk membayar biaya kuliah anaknya dan rumah sakit.
“Pada sekitar tahun 2022 bertempat di restoran padang di daerah Jakarta Utara sejumlah Rp 50 juta untuk biaya kuliah anak terdakwa. Pada sekitar tahun 22 Februari 2021 sejumlah Rp 50 juta untuk membayar biaya rumah sakit terdakwa,” ujar jaksa.
Atas perbuatannya itu, Andhi Pramono didakwa dengan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.