Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ilmu Psikologi adalah salah satu ilmu yang terus berkembang di Indonesia. Mulai dari kurang dipahami kepentingannya, hingga jadi pembahasan esensial, ilmu psikologi terus menemukan eksistensinya di berbagai komunitas.

Meski demikian, banyak yang belum memahami bahwa sama seperti ilmu kesehatan lainnya, ilmu psikologi juga memiliki alat tes khusus, untuk mendiagnosa kondisi psikologis seseorang.

Dosen Psikologi Jayabaya, Rizky Purnomo Adji Churnawan mengatakan, alat tes Psikologi adalah ciri khas ilmu Psikologi untuk menilai potensi seseorang, kepribadian seseorang, dll.

“Di medis, kita ada alat kedokteran, ketika kita mendiagnosa, dibantu dengan alat medis. Begitu juga dengan Psikologi, ketika kita bilang bahwa seseorang itu pintar, atau menilai seseorang kurang berpotensi, it harus ada data yang mendukung,” jelas Rizky, dikutip Holopis.com, Rabu (22/11), data menghadiri acara Workshop Assessment Tools, untuk mengembangkan kemampuan para Psikolog terkait alat tes.

Karena itulah, alat tes Psikologi ini sangat penting untuk benar-benar dipahami, terutama untuk para calon sarjana psikolog, dan para Psikolog yang sudah terjun di dunia kerja agar terus me-refresh kemampuannya dan mengikuti perkembangan yang ada.

Rizky Purnomo Adji Churnawan
Dosen Psikologi Jayabaya, Rizky Purnomo Adji Churnawan. [Foto: Holopis.com/BI]

“Tujuan diadakan workshop ini, kita melihat kebutuhan untuk mengerti penggunaan alat tes itu besar, khususnya bagi teman-teman sarjana Psikologi yang ingin masuk perusahaan, kebutuhan itu penting karena pasti ditanya kamu menguasai alat tes apa,” jelas Rizky.

“Untuk yang sudah bekerja pun untuk melatih kembali, mungkin ada alat tes yang tidak sering mereka gunakan, tapi akhirnya mereka refresh kembali di sini. Sehingga ketika perusahaan membutuhkan alat tes tersebut, mereka bisa menggunakan alat tes itu lagi,” lanjutnya.

Selain untuk perusahaan dan dunia kerja, Rizky menambahkan bahwa alat tes juga sangat diperlukan untuk benar-benar mendiagnosa seseorang berdasarkan ilmu, dan bukan hanya menerka-nerka seperti anak muda jaman sekarang.

“Misalnya dia sedih, dan sedih itu adalah salah satu gejala depresi, tapi itu hanya kesedihan, dia jadi berpikirnya kayaknya saya depresi deh, dan jadi ada pendalaman tanpa ada pendapat professional,” pungkas nya.