HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Jaringan Nasional Aktivis (Jarnas) 98, Sangap Surbakti menilai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Megawati Soekarnoputri tak memiliki sikap kenegarawanan.

Pasalnya, Sangap mengatakan bahwa Presiden RI ke-5 itu melalui pidato politik bertemakan “Sampaikan Suara Hati Nurani” menuduh telah terjadi rekayasa hukum konstitusi.

“Saya dengarkan secara seksama pidato Bu Mega itu. Dengan nurani, tuntunan akal sehat dan kebenaran hakiki Bu Mega menyampaikan telah terjadi rekayasa hukum konstitusi. Kalau dasar rekayasa hukum konstitusi yang dimaksud Bu Mega karena Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan putusan MKMK atas Ketua MK, Anwar Usman, ini hal yang keliru. Di sinilah letak ketidaknegarawanan Bu Mega,” kata Sangap Surbakti di Sekretariat Jarnas 98, Jalan Cawang Baru Utara, Jakarta Timur, Senin (13/11) seperti dikutip Holopis.com.

Aktivis pergerakan mahasiswa ’98 yang terafiliasi di Forum Kota itu menjelaskan, putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tak dapat dikatakan sebagai rekayasa hukum konstitusi. Sebab, peristiwa hukum itu baru dapat dikatakan rekayasa hukum konstitusi apabila menguntungkan satu orang saja.

“Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 memberikan ruang sedikitnya 25 kepala daerah yang belum berusia 40 tahun maju menjadi Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden. Jadi tidak layak dikatakan rekayasa hukum,” tutur Sangap.

“Dari dua puluh lima kepala daerah yang saya maksud itu, sedikitnya ada lima kepala daerah di luar Gibran dan Bobby Nasution, yang berasal dari PDI Perjuangan layak maju nyapres atau nyawapres. Kenapa Bu Mega tidak memilih satu dari lima kepala daerah yang ada itu,” tukasnya.

Sangap merinci 5 kepala daerah dari PDI P yang dia maksud itu yakni, Sutan Riska Tuanku Kerajaan yang merupakan Bupati Dharmasraya, Dyah Hayuning Pratiwi yang merupakan Bupati Purbalingga, Eisti’anah saat ini menjabat Bupati Demak, Hanindhito Himawan Pramana yang saat ini menjabat Bupati Kediri dan Mochamad Nur Arifin yang saat ini masih menjabat Bupati Trenggalek.

“Nama terakhir itu saya yakin sangat potensial jika diajukan PDI Perjuangan untuk mengalahkan popularitas Gibran. Dia paham betul pikiran-pikiran Soekarno hingga dia mampu menulis buku berjudul Bung Karno Menerjemahkan Alquran,” terang Sangap.

Sangap menambahkan, putusan MKMK atas Ketua MK, Anwar Usman pun tak layak untuk dianggap sebagai upaya rekayasa hukum konstitusi. Menurut dia, yang dilakukan Anwar merupakan upaya menghilangkan budaya feodal akut di partai-partai peserta pemilu mendatang.

“Suka tidak suka kita harus mengakui adanya budaya feodal yang sangat akut di partai partai saat ini. Anwar berhasil mendobrak itu,” tandasnya