HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kata boikot saat ini sedang gencar dilakukan terhadap merk-merk populer dunia yang diduga mendukung Israel, baik secara diam-diam hingga terang-terangan. Seiring dengan aksi solidaritas untuk Palestina yang semakin meningkat, masyarakat pun semakin mendukung gerakan boikot untuk merk-merk tersebut.
Secara garis besar, masyarakat memahami bahwa boikot berarti menolak untuk membeli ataupun mengonsumsi suatu produk tertentu. Sebenarnya, apa sih makna kata boikot, dan sejarahnya?
Asal Usul Kata “Boikot”
Kata “boikot” berasal dari nama seorang petani asal Irlandia, Charles C. Boycott, yang pada tahun 1880 menjadi sasaran tindakan protes oleh komunitas setempat. Masyarakat saat itu menolak berinteraksi atau bertransaksi dengan Boycott sebagai bentuk protes terhadap perlakuan yang dianggap tidak adil. Dari situlah, kata “boikot” menjadi simbol tindakan kolektif untuk mengekspresikan ketidakpuasan.
Sebagai Bentuk Protes dan Penolakan
Boikot mencerminkan bentuk penolakan yang lebih luas terhadap suatu ide, produk, atau individu. Ini bisa mencakup penolakan terhadap produk atau merek tertentu, penolakan terhadap institusi atau kebijakan pemerintah, atau bahkan penolakan terhadap individu yang dianggap melanggar nilai atau etika tertentu.
Kekuatan Kolektif dan Solidaritas
Boikot menciptakan kekuatan kolektif di antara masyarakat yang memiliki tujuan atau nilai bersama. Tindakan ini mengandalkan solidaritas dan kesatuan untuk mencapai perubahan atau mendesak suatu tindakan yang diinginkan. Dengan menunjukkan bahwa banyak orang bersatu, boikot dapat memiliki dampak besar terhadap pihak atau kebijakan yang menjadi sasaran.
Saat ini, beberapa merk besar pun sedang mengalami pemboikotan, baik di Indonesia maupun di dunia.