Advertisement
Categories: Polhukam

SETARA Institute Desak Anwar Usman Mundur : Jangan Bebani Mahkamah

Advertisement

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani menilai bahwa putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberikan tamparan keras ke muka Anwar Usman sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Betapa tidak, dalam putusan itu Anwar Usman dinyatakan bersalah dalam perkara pelanggaran kode etik kehakiman hingga dipecat dari jabatannya sebagai Ketua MK, sekaligus dilarang ikut menyidangkan perkara sengketa pemilu 2024 dan perkara yang berkaitan dengan konflik kepentingannya.

“Untuk memulihkan marwah mahkamah, SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah,” kata Ismail dalam keterangan persnya, Rabu (8/11) seperti dikutip Holopis.com.

Menurutnya, sikap Anwar Usman yang ikut memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 telah membuat citra MK bobrok di mata publik. Sebab, Anwar Usman yang notabane memilih hubungan kekeluargaan dengan Presiden Joko Widodo dan Gibran dituding melakukan pelanggaran kode etik kehakiman.

Namun kata Ismail, putusan MKMK menjadi opium dan obat penawar sesaat atas amarah publik yang kecewa dan marah dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang diputus oleh Anwar Usman pada tanggal 16 Oktober 2023 lalu itu.

“Menjadi puncak kejahatan konstitusi (constitutional evil) dan matinya demokrasi di Indonesia,” tandasnya.

Ditekankan oleh Ismail, bahwa kemarahan publik bukan soal Gibran menjadi Cawapres, akan tetapi mekanisme prosedural yang dijalankan dalam pencalonannya itu mengapa harus memanipulasi hukum dengan dalih konstitusional.

“Kemarahan publik bukan hanya soal kandidasi Gibran Rakabuming Raka, putera Presiden Jokowi, yang melaju pesat menjadi calon wakil presiden dengan landasan Putusan 90, tetapi yang utama justru karena peragaan kekuasaan yang merusak hukum dan konstitusi guna mencapai kehendak dan kekuasaan,” tegasnya.

Dipaparkan dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, bahwa akibat putusan perkara nomor 90 tersebut, publik menilai bahwa demokrasi di Indonesia telah menjelma menjadi vetokrasi, dimana sekelompok orang dan kelompok kepentingan yang sangat terbatas, mengorkestrasi Mahkamah Konstitusi untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka mengikuti kandidasi Pilpres dengan dengan memblokir kehendak demokrasi dan konstitusi.

Oleh sebab itu, Ismail pun menilai bahwa secara moral dan politik, putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut kehilangan legitimasinya.

“Fakta bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat, secara moral dan politik telah pula menjadi bukti bahwa putusan 90 bukan diputus demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana irah-irah dalam putusan MK, tetapi demi kepentingan memupuk kuasa,” pungkasnya.

Share
Published by
Muhammad Ibnu Idris

Recent Posts

Usai Naik, Kini Harga Emas Antam Turun Tipis di Akhir Pekan

Harga emas batangan bersertifikat keluaran PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) terpantau mengalami penurunan pada perdagangan…

2 menit ago

Refleksi dan Proyeksi 2025, Menag: Membangun di Atas Fondasi Spiritualitas

JAKARTA - Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menggelar ‘Refleksi dan Proyeksi Kemenag’ dalam menyongsong…

17 menit ago

Wamenkomdigi Angga Prabowo Sapa Warga di Stasiun Senen Saat Momen Libur Nataru

Saat Wamenkomdigi (Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Digital) Angga Raka Prabowo melakukan pengecekan akses sinyal…

32 menit ago

RESEP : Cimplung Nangka, Cocok Sebagai Camilan Sambil Santai

Resep kuliner kali ini ada cimplung nangka yang tentunya lezat dan nikmat, apalagi disantap selagi…

47 menit ago

Manfaat Minum Kopi di Pagi Hari, Salah Satunya Bikin BAB Lancar

Kopi adalah salah satu minuman yang paling digemari di seluruh dunia. Bagi banyak orang, hari…

1 jam ago

Jelang Akhir Tahun, Harga Emas di Pegadaian Mulai Terkerek Naik

Harga emas batangan bersertifikat yang dijual di PT Pegadaian (Persero) terpantau mulai mengalami kenaikan pada…

1 jam ago