Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tidak ada penggelembungan harga (mark up) dalam proyek pengadaan base transceiver station (BTS) 4G. Pembiayaan proyek disebut mengalami kenaikan dikarenakan beberapa faktor.

Demikian ditegaskan Kuasa hukum terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak, Maqdir Ismail. Adapun beberapa faktor itu di antaranya kondisi geografis alam di wilayah 3T, persoalan logistik, transportasi, dan ketersediaan SDM.

Menurut Maqdir, banyak desa di 3T yang belum memiliki infrastruktur jalan yang layak dan aliran listrik yang mengakibatkan membengkaknya biaya pembangunan.

“Wilayah Papua dengan kondisi geografi yang sulit dan gangguan keamanan. Kemudian, lokasi menara tersebar di pelosok. Bukan hanya itu, Infrastruktur juga terbatas sehingga biaya logistik lebih besar,” kata Maqdir dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (8/11).

Atas kondisi itu, ungkap Maqdir, mengakibatkan kenaikan pembiayaan pengerjaan proyek. Pun termasuk adanya kenaikan gaji terhadap karyawan yang mengerjakan proyek itu.

“Untuk yang ada di daerah di situ (pengerjaan proyek) kan engga gampang,” ujar Maqdir.

Maqdir menyampaikan keberatan atas tuntutan jaksa terkait dugaan penggelembungan harga (mark up) saat mengajukan daftar kuantitas (bill of quantity/BoQ) dalam proyek menara BTS 4G.

“Masa tidak boleh untung. Kalau ada keuntungan itu wajar,” tegas Maqdir.

Disisi lain, Maqdir juga menyangkal adanya anggapan bahwa proyek BTS 4G mangkrak. Menurut Maqdir, anggapan itu salah dan menyesatkan. Pasalnya, sambung Maqdir, berdasarkan fakta pekerjaan seluruh konsorsium sudah selesai hampir 100% di luar menara yang bermasalah karena kondisi kahar.

“Mestinya kalau pekerjaan belum selelsai ya jangan dipidanakan dahulu,” kata Maqdir.

Demikian juga mengenai kerugian negara berdasarkan hasil audit BPKP yang menyebutkan ada kerugian negara Rp 8 triliun, terutama karena menara belum selesai dibangun hingga 31 Maret 2022 adalah menyesatkan. Sebab faktanya, ungkap Maqdir, pembangunan menara BTS terus berlanjut hingga sekarang dan sebagian besar sudah selesai.

“Ini konyol BPKP. Kan uang yang diterima dari proyek itu Rp 7,7 triliun, tetapi nilai kerugian Rp 8 triliun. Ini konyol, ini yang harus dihentikan. Kan MK sudah memutuskan dalam menghitung kerugian harus BPK, enggak sembarangan. Kita kan mau tegakkan hukum,” ucap Maqdir.

Maqdir juga mempertanyakan penerapan pasal pencucian uang terhadap kliennya. Pasalnya, sangkaan itu dianggap terpenuhi jika seseorang sudah menerima sejumlah uang dan dipergunakan. Namun faktanya, kata Maqdir, hal itu tidak ada.

Maqdir menyebut sangkaan yang dituduhkan jaksa terhadap kliennya keliru dan tak terbukti. Atas dasar sejumlah kekeliruan itu, kata Maqdir, Galumbang Menak seharusnya
dapat dibebaskan.

“Jadi, harusnya dibebaskan. Karena konsunsursiom rugi. Plus cara penghitungan BPKP juga keliru,” tandas Maqdir.

Galumbang Menak Simanjuntak sebelumnya menyatakan keberatan atas tuntutan 15 tahun penjara karena tidak menikmati uang hasil korupsi. Itu disampaikan Galumbang dalam nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan jaksa.

“Sampai hari ini saya tidak menerima apa yang dituduhkan. Hal ini juga diamini JPU dalam tuntutannya bahwa saya tidak menikmati hasil korupsi proyek BTS 4G,” tegas mantan Direktur Utama PT Moratelindo itu.