HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Henri Alfiandi tak membantah menerima uang melalui mantan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Afri Budi Nurcahyo. Salah satu penerimaan diduga bersumber dari PT Kindah Abadi Utama.
“Jadi saya terimanya di situ, dari saudara Afri,” ucap Henri saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap terkait beberapa proyek di lingkungan Basarnas dengan terdakwa Direktur PT Kindah Abadi Utama dan Persero Komanditer Perseroan CV Pandu Aksara, Roni Aidil, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan dan Direktur PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Senin (6/11).
Uang-uang yang dikumpulkan oleh Afri Budi Nurcahyo dari rekanan atau mitra Basarnas ini disebut-sebut ‘Dana Komando’. Henri mengeklaim tak pernah menerima uang secara langsung. Namun, diakui adaya pengelolaan penerimaan uang ini. Dana tersebut diterima sebagai dana nonbudgeter alias dana komando.
“Saya tidak pernah menerima langsung, Pak, Kalau menerima enggak ada. Tapi kalau dalam konteks semua pengelolaan anggaran itu, adalah kita terima,” ujar Henri.
Diakui Henri, dana tersebut merupakan dana yang digunakan untuk berbagai keperluan Kabasarnas. Dana ini berbeda dengan anggaran yang telah dianggarkan.
“Ini dana non-budgeter, sudah berjalan, saya datang, sudah ada, kalau dalam konteks itu, saya terima,” ucap Henri menambahkan.
Dalam persidangan, Jaksa KPK mendalami lebih lanjut dana komando itu. Mengingat, Afri Budi Nurcahyo dalam surat dakwaan disebut menerima uang dari para pihak yang menggarap proyek di Basarnas.
“Dana komando yang saudara bahasakan dana non-budgeter, ini dana apa sebenarnya?,” tanya jaksa.
“Dana yang dipakai untuk hal-hal yang tidak ter-cover oleh anggaran,” jawab Henri.
Henri mengakui dana tersebut berasal dari mitra Basarnas. Dana itu diterima jika kerja sama yang dilakukan telah selesai.
“Dari mitra yang memberikan. Tapi dengan syarat saya bilang, ‘harus kerjaannya selesai’. Kalau terbengkalai saya tuntut. Makanya saya bilang harus sudah selesai, mau dia pergi mau apa bukan urusan saya. Barang yang sudah dikontrakkan harus mereka selesaikan dulu,” kata Henri.
Roni Aidil sebelumnya didakwa telah menyuap mantan Kabasarnas, Marsekal Madya Henri Alfiandi senilai Rp 9,9 miliar. Suap itu diterima Henri melalui Afri Budi agar dua perusahaan milik Roni Aidil memenangkan empat proyek di Basarnas.
Empat proyek itu adalah pengadaan hoist helikopter, pengadaan public safety diving equipment, dan pekerjaan modifikasi kemampuan sistem remote operated vehicle (ROV). Ketiga proyek itu dilakukan pada tahun anggaran 2021. Kemudian pengadaan public safety diving equipment yang dilakukan pada tahun anggaran 2023.
Adapun nilai pengadaan hoist helikopter adalah Rp 11,8 miliar. Sementara, pengadaan public safety diving equipment adalah Rp 14,8 miliar. Sedangkan, pekerjaan modifikasi kemampuan sistem ROV sebesar Rp 9,9 miliar. Terkahir, pengadaan public safety diving equipment senilai Rp 17,4 miliar.