HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pakar Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad menyampaikan bahwa putusan etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak akan mempengaruhi hasil putusan hakim MK atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Walaupun kata Suparji, putusan etik MKMK membuktikan bahwa hakim yang memutus perkara tersebut melanggar kode etik kehakiman. Putusan itu hanya sebagai acuan untuk ke depan jangan sampai pelanggaran yang serupa terjadi lagi.
“Jadi implikasi yang ada maka teguran atau kemudian untuk memberikan misalnya perbaikan etik dan kehormatan hakim itu akan terjadi, tetapi untuk putusan saya kira tidak akan berimplikasi,” kata Suparji dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Trijaya FM dan dikutip Holopis.com, Sabtu (4/11).
Akademisi yang merupakan Guru Besar dalam bidang Ilmu Hukum tersebut menilai bahwa mahkamah kehormatan hanya akan memutus perkara apakah hakim melanggar etik atau tidak. Lalu, putusan itu akan berimplikasi hanya pada hakim bersangkutan saja, tidak akan berpengaruh kepada produk hukum yang sudah dinyatakan inkrakh.
“Maka ke depan tentunya agar putusan-putusan itu sesuai jalur negarawan, proses rekrutmen tentunya perlu diperbaiki, pada sisi yang lain adalah bagaimana pengawasan perlu ditingkatkan,” lanjutnya.
Yang paling penting saat ini menurutnya adalah, bagaimana semua stakeholder fokus pada pelaksanaan pemilu yang berkualitas, sehingga produk dari sistem demokrasi tersebut bisa menghasilkan pemimpin yang terbaik.
“Yang terpenting adalah bahwa bagaimana pemilu ke depan itu betul-betul tercipta electoral justice dalam pemilu.” pungkasnya.
Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa saat ini Majelis Kehormatan MK sedang menjalankan proses persidangan atas laporan dugaan pelanggaran etik kehakiman yang dilakukan oleh sejumlah hakim MK, khususnya Anwar Usman sebagai Ketua Hakim MK.
Persidangan ini terkait dengan dugaan pelanggaran etik terhadap putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang merevisi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mana ada opsi bahwa seseorang dapat mendaftarkan diri sebagai Capres-Cawapres asalkan memiliki pengalaman sebagai Kepala Daerah hasil Pemilu sekalipun belum memenuhi usia minimal 40 tahun.
Putusan itu dibacakan oleh hakim MK pada hari Senin, 16 Oktober 2023 yang dipimpin oleh Anwar Usman. Akibatnya, sebanyak 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik disampaikan masyarakat kepada MKMK. Dan nama Anwar Usman adalah sebagai terlapor dengan kuantitas terbanyak dari seluruh laporan yang masuk.
Saat ini, 9 (sembilan) hakim telah diperiksa untuk dimintai keterangannya. Mereka antara lain ; Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Manahan M.P Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Sementara MKMK dipimpin oleh 3 (tiga) orang hakim yang telah ditunjuk dalam RPH (rapat permusyawaratan hakim), antara lain ; Prof Jimly Asshiddiqie, Bintan R Saragih, dan Wahiduddin Adams.